Gereja Pecah

Gereja Pecah

Sabtu, 29 Agustus 2015

BAB II EKSISTENSI GEREJA

A.    Selayang Pandang Gereja
Belajar tentang kehidupan gereja tidaklah lepas dari benang merah yang menghubungkan kita dengan sejarah awal kehadiran gereja dalam iman Kristen. Sejarah kehadiran gereja merupakan modal penting untuk menelusuri akar dari persoalan yang timbul pada zaman modern ini dalam kehidupan gereja. Peristiwa lampau tersebut menjadi petunjuk yang berharga untuk kita dalam memahami secara bijak hal-hal yang akhir-akhir ini menimpa perjalanan sejarah gereja.
Mengingatkan kita dengan tokoh proklamator dan pendiri bangsa Indonesia Soekarno, yang pernah mengemukakan pernyataan terkenal yang disingkat dengan “JASMERAH” artinya “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” memberi dorongan bagi kita untuk berbalik kepada sejarah sebagai gudang informasi yang adalah cikal bakal segala sesuatu yang terjadi pada masa kini. Senada dengan apa yang Allah nyatakan kepada Musa untuk menyaksikan bagaimana kuasa dan kebesaran-Nya didemonstrasikan kepada Firaun Raja Mesir. Sebagai salah satu tujuannya adalah supaya Musa dan Harun menceritakan kepada keturunan mereka bagaimana Allah melakukan mujizat-mujizat supaya dengan demikian mereka percaya bahwa Dia adalah Tuhan (Keluaran 10:1-2).
Dengan demikian, selayang pandang kehadiran gereja merupakan gerbang yang indah bagi kita untuk menjejaki isu-isu eklesiologi yang sedang berkembang hingga masa kini. Sebab di dalam sejarah awal keberadaan gereja tersimpan catatan yang melimpah lika-liku perkembangan kehidupan gereja yang dampaknya sampai pada gereja jaman ini.

B.    Polemik Israel Rohani
Polemik tentang keberadaan gereja saat ini dapat terjembatani dengan memahami sejarah keberadaan gereja pada masa lalu secara khusus pada jaman Perjanjian Baru. Tuhan Yesus berfirman dalam Matius 16:18 “di atas batu karang ini aku akan mendirikan jemaatku” teks Yunaninya mencatat demikian kavgw. de, soi le,gw o[ti su. ei= Pe,troj( kai. evpi. tau,th| th/| pe,tra| oivkodomh,sw mou th.n evkklhsi,an kai. pu,lai a[|dou ouv katiscu,sousin auvth/jÅKata oikodomeso (to build) adalah kata kerja yang berbentuk indikatif futur.
Untuk menjelaskan maksud ayat firman Tuhan di atas harus dipahami secara utuh. Makna yang terkandung dari kata itu menjelaskan sesuatu yang akan dibangun atau didirikan dan sifatnya memang belum pernah dibangun. Selanjutnya pengertian berkembang sebagai ekklesian(jemaat/gereja) yang berarti gereja akan dibangun. Tepatnya pada masa para rasul sebagaimana direalisasikan dalam peristiwa Pentakosta (Walvoord, 1984:18). Dengan demikian, tidak tepat kalau gereja adalah kesinambungan Israel. Apabila gereja berkedudukan sebagai kelanjutan Israel, maka bahasa yang dipakai bukanlah futur, tetapi lebih kepada renovasi program Israel yang diwujudkan dalam kehadiran gereja saat ini.
Istilah gereja secara rohani yang kita kenal saat ini tentu tidak sama dengan pemahaman pada jaman Perjanjian Lama (PL). Kendati Bait Allah selalu menjadi sentral peribadatan umat Israel pada waktu itu. Dalam pandangan Thiessen (2003:479) bahwa kelihatannya sesuatu yang sulit untuk dipercayai bahwa Yesus hanya bermaksud mengadakan awal yang baru dalam perkembangan gereja sebab sangat jelas dinyatakan bahwa yang Yesus sedang bicarakan adalah mendirikan gereja dan bukan membangunnya kembali.
Dalam Septuaginta yaitu Alkitab Perjanjian Lama yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani dan dipakai pada abad pertama menegaskan bahwa kata qahal diterjemahkan dengan kata ekklesia. Penggunaan ekklesia sebagai terjemahan kata qahal dalam bahasa Ibrani merujuk kepada pengertian sebagai suatu perkumpulan jasmani. Kata ini tidak pernah digunakan untuk menekankan sebuah gagasan mengenai gabungan mistik para orang kudus sebagai kumpulan rohani dari orang-orang yang terpisah secara geografis.
Gagasan tentang jemaat atau gereja yang adalah ekklesia sebagai perkumpulan orang-orang kudus secara geografis tidak pernah ditemukan dalam PL. Meskipun dalam pengertian tertentu Israel adalah masyarakat rohani, tetapi lebih bersifat rasial dan politis dari pada kondisi rohani. Sekalipun pemahaman tentang gereja dalam PL dapat berarti masyarakat rohani dan hal ini sesuatu yang lazim dalam teologia. Akan tetapi, peristilahan dalam PL tidak mendukung gagasan tersebut. Istilah ekklesia yang diterapkan kepada tubuh Kristus yaitu semua orang percaya dalam segala jaman adalah merupakan sebuah kekhususan atau keunikan Perjanjian Baru (PB). Hal ini memberi isyarat akan pola baru dari Allah yang membedakannya dengan program ilahi bagi bangsa Israel dengan programnya bagi bangsa-bangsa lain (Walvoord, 1984:15).
Penggunaan konsep umat yang dikhususkan bagi Allah menjadi polemik bagi kalangan pemimpin gereja selama perjalanannya di dunia ini. Dalam penyelidikan Chris Marantika (2004:41) menegaskan:
Semua teolog konservatif mengakui bahwa Perjanjian Baru merupakan dasar untuk anugerah pengampunan dan berkat-berkat yang mengikutinya yang semuanya diperoleh oleh darah Yesus Kristus. Bagi golongan Amilenium, berpendapat bahwa nubuatan itu dipenuhi secara simbolik oleh gereja, sedangkan golongan premilenium berpendapat bahwa Perjanjian itu akan dipenuhi secara literal di masa depan bagi Israel sebagaimana dinubuatkan oleh Perjanjian Lama (Yer.31:31-34) dan Perjanjian Baru (Rm.11:26-27). Golongan kedua ini juga percaya bahwa ada sebuah Perjanjian Baru yang lain yang berhubungan khusus dengan gereja seperti dinyatakan oleh Lukas 22:20 dan 1 Korintus 11:25. Dan Perjanjian ini kepada Gereja (Ibr.8)

Setiap orang yang berada dalam Kristus selanjutnya adalah sama seperti umat Israel sebelumnya. Dinyatakan sebagai umat pilihan Allah, kendatipun gereja tidak berada di bawah Perjanjian Musa dan Hukum taurat seperti bangsa Israel namun bukan berarti bahwa kita harus mengabaikannya. Perjanjian Lama harus dilihat sebagai catatan dari karya Allah yang secara historis mempersiapkan kedatangan Yesus dan membawa orang percaya masuk dalam keluarga Allah. Pentakosta merupakan waktu yang tepat bagi Allah untuk menetapkan komunitas dalam Perjanjian Baru yang adalah gereja. Petrus mengawalinya dalam pelayanan khotbah yang luar biasa dan diresponi dengan iman oleh orang-orang yang mendengarkannya. Pada saat itu terjadilah pertobatan besar yang berujung kepada pembaptisan ribuan orang. Mulailah terjadi penghayatan kehidupan iman yang baru dan inilah cikal bakal dari gereja (Lawson, 2008:29).
Kecenderungan untuk menolak pemahaman akan kesamaan antara gereja dan Israel dalam PL juga dilatarbelakangi oleh kesulitan kita pada penempatan keturunan Israel yang masih eksis sampai hari ini. Keberadaan bangsa Israel masa kini menjadi kesulitan tersendiri untuk meyakini bahwa gereja adalah kelanjutan dari Israel sebelumnya. Fakta lain menyatakan bahwa sampai hari ini yang namanya keturunan Israel masih ada sebagai sebuah bangsa yang kuat dan berkembang. Fakta ini tentu menjadi pertimbangan yang serius bagi kelompok-kelompok yang mempertahankan pandangannya sehubungan dengan asal-usul gereja yang diyakini sebagai cerita bersambung dari bangsa Israel dalam PL.
Pada akhirnya menjadi sesuatu yang bukan polemik ketika pemahaman ini diuji dengan konteks Alkitab yang sebenarnya secara jujur membedakan antara gereja dan Israel. Membangun sebuah pengertian yang tegas bahwa memang gereja bukanlah pembaharuan dari instrument sebelumnya atau kelanjutan dari bangsa sebelumnya. Pola pandang eklesiologi ini dapat diresapi melalui gambar formasi nubuatan berikut:
 
















Mencermati ilustrasi nubuatan para nabi tersebut, maka kita diberitahu bahwa sesungguhnya para nabi menubuatkan tentang kelahiran Kristus sampai kepada Surga baru, Bumi baru dan Yerusalem baru. Akan tetapi, gereja merupakan misteri yang tidak diketahui dalam nubuatan para nabi. Artinya tidak ada indikasi bahwa para nabi pada PL berbicara mengenai eksistensi gereja. Namun Gereja hadir dalam nubuatan yang dimulai pada era Perjanjian Baru. Jadi gereja adalah sesuatu yang betul-betul baru muncul dalam Perjanjian Baru yang hal itu masuk dalam program Allah yang kekal, akan tetapi tidak dalam pengetahuan para nabi-nabi Perjanjian Lama.

C.    Bersentuhan Dengan Sejarah Dunia
Sekalipun gereja adalah organisme rohani, namun tidaklah berarti semua kisah dan keberadaannya bersifat rohani. Gereja dalam keberadaannya adalah merupakan bagian dari sejarah dunia. Perkembangan kehidupan gereja sejak awal kehadirannya sampai pada masa kini menorehkan sejarah yang indah untuk dikenang sebagai pembelajaran yang indah bagi kehidupan gereja masa kini. Selain itu dapat menjadi teladan dalam ide-ide positif bagi perkembangan dan perbaikan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan benturan organisatoris, doktrinal, liturgis, dan sebagainya.
Tentunya tak seindah yang dibayangkan sebagaimana seharusnya organisme rohani memproduksi hal-hal rohani. Harus diakui kejujuran sejarah tidak bisa dibantah. Meskipun gereja adalah gudang hal-hal rohani namun keberadaan manusia sebagai makhluk yang tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan, menjadi alasan yang harus disadari sehingga sejarah kehidupan gereja mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Pelayan-pelayan dalam gereja masih mengalami proses perubahan ke arah yang baik, benar, dan sempurna. Mereka masih bergelut dengan keinginan diri sendiri, pengaruh lingkungan, dan rongrongan iblis.
Pada permulaan gereja sebagaimana dicantumkan dalam Kisah Para Rasul, beranjak pada pendirian jemaat-jemaat oleh rasul-rasul yang kemudian gereja semakin berkembang ketika Saulus bertobat dan berubah menjadi Paulus. Pada saat itulah terjadi perkembangan gereja yang luar biasa. Di beberapa tempat mulai dari Yerusalem ke kota-kota sekitarnya hingga sampai ke asia kecil dan bahkan menjangkau Eropa oleh karena semangat pelayanan rasul Paulus. Gereja mula-mula ini yang dalam kurun waktu berlangsung pada tahun 30 M sampai 590 M. Hal ini dapat diklasifikasikan dalam 3 bagian waktu yaitu: Gereja abad permulaan (tahun 30 M – 590 M), kemudian Gereja pada abad pertengahan (tahun 590-1500), dan Gereja pada Abad Modern (tahun 1500-masa kini). Gereja mengalami perkembangan kendati berhadapan dengan penganiayaan dan tantangan pengajaran sesat di sekitarnya.
Sebagai gereja awal yang terbentuk dalam konteks tiga bangsa yaitu Romawi, Yahudi dan Yunani. Gereja bertumbuh dalam keunikan di mana pada kelahiran Yesus bangsa Roma telah menduduki Palestina yang menungkinkan kedamaian tercipta pada masa kekuasaannya. Kondisi ini merupakan peluang bagi perkembangan gereja. Dalam hubungannya dengan bangsa Yahudi, sifat kepercayaan monoteistik yang kuat dan teologi Yahudi yang menantikan kedatangan Mesias.
Selain itu Alkitab Perjanjian Lama Yahudi yang menjadi kitab suci orang Kristen pada abad pertama sebelum terbentuk Perjanjian Baru menjadi peluang tersendiri bagi gereja dalam mengembangkan sayapnya memberitakan Injil. Peranan kekuasaan Yunani juga berdampak tersendiri bagi kehadiran gereja abad permulaan. Jika Roma menguasai dunia secara politik, maka Yunani menguasainya secara intelektual (Indra, 2011:23).
Pengaruh filsafat Yunani yang berkembang menjadi tantangan berat bagi teologia Kristen, namun disisi lain filsafat Yunani telah menolong membuka jalan bagi penerimaan gereja Kristen pada saat itu. Sebagai salah satu contoh adalah kemunculan rasionalis menjadikan konsep berpikir politeisme tidak bertahan lama dan pada akhirnya monoteisme semakin nyata keberadaannya. Terjadilah perubahan situasi pada saat itu dimana lambat laun filsafat-filsafat yang terkenal mengalami keruntuhan, sehingga menjadi pintu keterbukaan kepada kekristenan.
D.    Kondisi Gereja Mula-Mula
Pada awalnya gereja hanyalah merupakan sebuah kelompok kecil yang didominasi oleh orang Yahudi. Akan tetapi, setelah terjadinya penganiayaan terhadap orang Kristen maka menyebabkan penyebaran mereka di seluruh daerah pada saat itu. Situasi itulah yang membuat perkembangan yang pesat dalam kehidupan gereja, dimana dalam beberapa tempat itu pemberitaan Injil terbuka (Kisah Para Rasul 8-11). Tentunya ini salah satu realisasi dari perintah pemberitaan Injil yang disampaikan oleh Yesus sebelum kenaikan-Nya (Mat.28:18-20; Mark. 16:15-18; Kis.1:8).
Semula orang-orang yang baru percaya kepada Tuhan Yesus bersekutu dan beribadah di rumah mereka masing-masing dan belum ada gedung khusus untuk kebaktian pada saat itu. Sehubungan dengan kebangkitan Kristus yang bertepatan dengan hari minggu, maka perhimpunan jemaat Kristen pada saat itu dilakukan pada hari-hari minggu (Kis.20:7). Menurut Kuhl (1998:44) bahwa pada saat itu jemaat beribadah dengan tanpa adanya liturgi yang tersusun rapi. Yang dilakukan adalah berdoa bersama, kemudian penyembahan dengan nyanyian dan pujian, belajar tentang pengajaran rasul-rasul dan mengadakan perjamuan kudus dalam setiap kebaktian.
Model peribadatan semacam ini berlangsung hingga sebelum terjadinya peralihan dari para rasul kepada orang-orang berikutnya. Perubahan besar mulai terjadi setelah kepemimpinan para rasul (tahun 70-140) baik secara lahiriah maupun secara batiniah, diantaranya skema organisasi mulai terbentuk sebagaimana sistem yang terdapat dalam sinagoge. Gereja dipimpin oleh episkopos (penilik), presbuteros (penatua) dan diakonos (pelayan).
Gereja mengalami perluasan yang bertolak dari daerah Palestina ke Siria, dan dari daerah tersebutlah gereja tersebar di berbagai penjuru. Ke sebelah barat dikerjakan oleh Paulus (Kis.18:24-25), kesebelah Timur dikerjakan oleh orang-orang Yahudi Kristen dari Siria dan Palestina dengan pusat penginjilan di kota Edessa dan ke wilayah selatan dibawa oleh rasul Bartolomeus dan Rasul Thomas ke India (Indra, 2011:25).
Dalam perkembangan selanjutnya gereja mulai mengalami tantangan yang berat. Bukan hanya tantangan lingkungan tetapi juga tantangan terhadap berbagai pengajaran yang menjamur. Gereja mulai mendapat penghambatan dan penganiayaan dari kaisar-kaisar Roma berikutnya terutama pada masa kekaisaran Nero (tahun 64 M), Kaisar Domitianus (Tahun 81-96), Kaisar Trayanus (tahun 98-117). Penganiayaan ini mengakibatkan beberapa bapa gereja harus mati syahid pada masa-masa kelam itu, seperti Policarpus dan Justin Martyr. Sedangkan dari sisi pengajaran gereja ditantang dengan berbagai ajaran miring seperti Gnostisisme, Marcion, dan Montanisme.
Reaksi yang muncul dari kekristenan selain dari apologet-apologet yang dibangun oleh bapa-bapa gereja dalam bentuk tulisan, dibentuklah kanon Perjanjian Baru (tahun 100 M) dan diikrarkannya Pengakuan Iman sebagai ketetapan ajaran gereja. Selanjutnya, ditetapkan jabatan uskup untuk menggantikan posisi para rasul sampai pada penamaan jemaat yaitu Gereja Katolik. Seiring pertumbuhan gereja, maka segala bentuk kekuasaan dan kepentingan semakin tak terkendalikan. Pada akhirnya gejolak dalam gereja di berbagai wilayah semakin panas, sehingga gereja terpecah menjadi dua yaitu Gereja Katolik dan Gereja Protestan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar