A. Selayang Pandang Gereja
Belajar tentang kehidupan gereja tidaklah lepas dari
benang merah yang menghubungkan kita dengan sejarah awal kehadiran gereja dalam
iman Kristen. Sejarah kehadiran gereja merupakan modal penting untuk menelusuri
akar dari persoalan yang timbul pada zaman modern ini dalam kehidupan gereja.
Peristiwa lampau tersebut menjadi petunjuk yang berharga untuk kita dalam
memahami secara bijak hal-hal yang akhir-akhir ini menimpa perjalanan sejarah
gereja.
Mengingatkan kita dengan tokoh proklamator dan pendiri
bangsa Indonesia Soekarno, yang pernah mengemukakan pernyataan terkenal yang
disingkat dengan “JASMERAH” artinya “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”
memberi dorongan bagi kita untuk berbalik kepada sejarah sebagai gudang
informasi yang adalah cikal bakal segala sesuatu yang terjadi pada masa kini. Senada
dengan apa yang Allah nyatakan kepada Musa untuk menyaksikan bagaimana kuasa
dan kebesaran-Nya didemonstrasikan kepada Firaun Raja Mesir. Sebagai salah satu
tujuannya adalah supaya Musa dan Harun menceritakan kepada keturunan mereka
bagaimana Allah melakukan mujizat-mujizat supaya dengan demikian mereka percaya
bahwa Dia adalah Tuhan (Keluaran 10:1-2).
Dengan demikian, selayang pandang kehadiran gereja
merupakan gerbang yang indah bagi kita untuk menjejaki isu-isu eklesiologi yang
sedang berkembang hingga masa kini. Sebab di dalam sejarah awal keberadaan
gereja tersimpan catatan yang melimpah lika-liku perkembangan kehidupan gereja
yang dampaknya sampai pada gereja jaman ini.
B. Polemik Israel Rohani
Polemik tentang keberadaan gereja saat ini dapat
terjembatani dengan memahami sejarah keberadaan gereja pada masa lalu secara
khusus pada jaman Perjanjian Baru. Tuhan Yesus berfirman dalam Matius 16:18 “di
atas batu karang ini aku akan mendirikan jemaatku” teks Yunaninya mencatat
demikian “kavgw. de, soi le,gw o[ti
su. ei= Pe,troj( kai. evpi. tau,th| th/| pe,tra| oivkodomh,sw mou th.n
evkklhsi,an kai. pu,lai a[|dou ouv katiscu,sousin auvth/jÅ” Kata oikodomeso
(to build) adalah kata kerja yang berbentuk indikatif futur.
Untuk menjelaskan maksud ayat
firman Tuhan di atas harus dipahami secara utuh. Makna yang terkandung dari
kata itu menjelaskan sesuatu yang akan dibangun atau didirikan dan sifatnya
memang belum pernah dibangun. Selanjutnya pengertian berkembang sebagai ekklesian(jemaat/gereja) yang berarti
gereja akan dibangun. Tepatnya pada masa para rasul sebagaimana direalisasikan
dalam peristiwa Pentakosta (Walvoord, 1984:18). Dengan demikian, tidak tepat
kalau gereja adalah kesinambungan Israel. Apabila gereja berkedudukan sebagai
kelanjutan Israel, maka bahasa yang dipakai bukanlah futur, tetapi lebih kepada
renovasi program Israel yang diwujudkan dalam kehadiran gereja saat ini.
Istilah gereja secara rohani yang
kita kenal saat ini tentu tidak sama dengan pemahaman pada jaman Perjanjian
Lama (PL). Kendati Bait Allah selalu menjadi sentral peribadatan umat Israel
pada waktu itu. Dalam pandangan Thiessen (2003:479) bahwa kelihatannya sesuatu
yang sulit untuk dipercayai bahwa Yesus hanya bermaksud mengadakan awal yang
baru dalam perkembangan gereja sebab sangat jelas dinyatakan bahwa yang Yesus
sedang bicarakan adalah mendirikan gereja dan bukan membangunnya kembali.
Dalam Septuaginta yaitu Alkitab
Perjanjian Lama yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani dan dipakai pada abad
pertama menegaskan bahwa kata qahal
diterjemahkan dengan kata ekklesia. Penggunaan
ekklesia sebagai terjemahan kata qahal dalam bahasa Ibrani merujuk kepada
pengertian sebagai suatu perkumpulan jasmani. Kata ini tidak pernah digunakan
untuk menekankan sebuah gagasan mengenai gabungan mistik para orang kudus
sebagai kumpulan rohani dari orang-orang yang terpisah secara geografis.
Gagasan tentang jemaat atau
gereja yang adalah ekklesia sebagai
perkumpulan orang-orang kudus secara geografis tidak pernah ditemukan dalam PL.
Meskipun dalam pengertian tertentu Israel adalah masyarakat rohani, tetapi
lebih bersifat rasial dan politis dari pada kondisi rohani. Sekalipun pemahaman
tentang gereja dalam PL dapat berarti masyarakat rohani dan hal ini sesuatu
yang lazim dalam teologia. Akan tetapi, peristilahan dalam PL tidak mendukung
gagasan tersebut. Istilah ekklesia
yang diterapkan kepada tubuh Kristus yaitu semua orang percaya dalam segala jaman
adalah merupakan sebuah kekhususan atau keunikan Perjanjian Baru (PB). Hal ini memberi
isyarat akan pola baru dari Allah yang membedakannya dengan program ilahi bagi
bangsa Israel dengan programnya bagi bangsa-bangsa lain (Walvoord, 1984:15).
Penggunaan konsep umat yang
dikhususkan bagi Allah menjadi polemik bagi kalangan pemimpin gereja selama
perjalanannya di dunia ini. Dalam penyelidikan Chris Marantika (2004:41) menegaskan:
Semua teolog
konservatif mengakui bahwa Perjanjian Baru merupakan dasar untuk anugerah
pengampunan dan berkat-berkat yang mengikutinya yang semuanya diperoleh oleh darah
Yesus Kristus. Bagi golongan Amilenium, berpendapat bahwa nubuatan itu dipenuhi
secara simbolik oleh gereja, sedangkan golongan premilenium berpendapat bahwa
Perjanjian itu akan dipenuhi secara literal di masa depan bagi Israel
sebagaimana dinubuatkan oleh Perjanjian Lama (Yer.31:31-34) dan Perjanjian Baru
(Rm.11:26-27). Golongan kedua ini juga percaya bahwa ada sebuah Perjanjian Baru
yang lain yang berhubungan khusus dengan gereja seperti dinyatakan oleh Lukas
22:20 dan 1 Korintus 11:25. Dan Perjanjian ini kepada Gereja (Ibr.8)
Setiap orang yang berada dalam
Kristus selanjutnya adalah sama seperti umat Israel sebelumnya. Dinyatakan
sebagai umat pilihan Allah, kendatipun gereja tidak berada di bawah Perjanjian
Musa dan Hukum taurat seperti bangsa Israel namun bukan berarti bahwa kita
harus mengabaikannya. Perjanjian Lama harus dilihat sebagai catatan dari karya
Allah yang secara historis mempersiapkan kedatangan Yesus dan membawa orang
percaya masuk dalam keluarga Allah. Pentakosta merupakan waktu yang tepat bagi
Allah untuk menetapkan komunitas dalam Perjanjian Baru yang adalah gereja.
Petrus mengawalinya dalam pelayanan khotbah yang luar biasa dan diresponi
dengan iman oleh orang-orang yang mendengarkannya. Pada saat itu terjadilah
pertobatan besar yang berujung kepada pembaptisan ribuan orang. Mulailah
terjadi penghayatan kehidupan iman yang baru dan inilah cikal bakal dari gereja
(Lawson, 2008:29).
Kecenderungan untuk menolak
pemahaman akan kesamaan antara gereja dan Israel dalam PL juga dilatarbelakangi
oleh kesulitan kita pada penempatan keturunan Israel yang masih eksis sampai
hari ini. Keberadaan bangsa Israel masa kini menjadi kesulitan tersendiri untuk
meyakini bahwa gereja adalah kelanjutan dari Israel sebelumnya. Fakta lain menyatakan
bahwa sampai hari ini yang namanya keturunan Israel masih ada sebagai sebuah
bangsa yang kuat dan berkembang. Fakta ini tentu menjadi pertimbangan yang serius
bagi kelompok-kelompok yang mempertahankan pandangannya sehubungan dengan
asal-usul gereja yang diyakini sebagai cerita bersambung dari bangsa Israel
dalam PL.
Pada akhirnya menjadi sesuatu
yang bukan polemik ketika pemahaman ini diuji dengan konteks Alkitab yang
sebenarnya secara jujur membedakan antara gereja dan Israel. Membangun sebuah
pengertian yang tegas bahwa memang gereja bukanlah pembaharuan dari instrument
sebelumnya atau kelanjutan dari bangsa sebelumnya. Pola pandang eklesiologi ini
dapat diresapi melalui gambar formasi nubuatan berikut:
Mencermati ilustrasi nubuatan para nabi tersebut, maka
kita diberitahu bahwa sesungguhnya para nabi menubuatkan tentang kelahiran
Kristus sampai kepada Surga baru, Bumi baru dan Yerusalem baru. Akan tetapi,
gereja merupakan misteri yang tidak diketahui dalam nubuatan para nabi. Artinya
tidak ada indikasi bahwa para nabi pada PL berbicara mengenai eksistensi
gereja. Namun Gereja hadir dalam nubuatan yang dimulai pada era Perjanjian
Baru. Jadi gereja adalah sesuatu yang betul-betul baru muncul dalam Perjanjian
Baru yang hal itu masuk dalam program Allah yang kekal, akan tetapi tidak dalam
pengetahuan para nabi-nabi Perjanjian Lama.
C. Bersentuhan Dengan Sejarah Dunia
Sekalipun gereja adalah organisme rohani, namun
tidaklah berarti semua kisah dan keberadaannya bersifat rohani. Gereja dalam
keberadaannya adalah merupakan bagian dari sejarah dunia. Perkembangan
kehidupan gereja sejak awal kehadirannya sampai pada masa kini menorehkan
sejarah yang indah untuk dikenang sebagai pembelajaran yang indah bagi
kehidupan gereja masa kini. Selain itu dapat menjadi teladan dalam ide-ide
positif bagi perkembangan dan perbaikan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan
benturan organisatoris, doktrinal, liturgis, dan sebagainya.
Tentunya tak seindah yang dibayangkan sebagaimana
seharusnya organisme rohani memproduksi hal-hal rohani. Harus diakui kejujuran
sejarah tidak bisa dibantah. Meskipun gereja adalah gudang hal-hal rohani namun
keberadaan manusia sebagai makhluk yang tidak terlepas dari
kelemahan-kelemahan, menjadi alasan yang harus disadari sehingga sejarah
kehidupan gereja mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Pelayan-pelayan
dalam gereja masih mengalami proses perubahan ke arah yang baik, benar, dan
sempurna. Mereka masih bergelut dengan keinginan diri sendiri, pengaruh
lingkungan, dan rongrongan iblis.
Pada permulaan gereja sebagaimana dicantumkan dalam
Kisah Para Rasul, beranjak pada pendirian jemaat-jemaat oleh rasul-rasul yang
kemudian gereja semakin berkembang ketika Saulus bertobat dan berubah menjadi
Paulus. Pada saat itulah terjadi perkembangan gereja yang luar biasa. Di
beberapa tempat mulai dari Yerusalem ke kota-kota sekitarnya hingga sampai ke
asia kecil dan bahkan menjangkau Eropa oleh karena semangat pelayanan rasul
Paulus. Gereja mula-mula ini yang dalam kurun waktu berlangsung pada tahun 30 M
sampai 590 M. Hal ini dapat diklasifikasikan dalam 3 bagian waktu yaitu: Gereja
abad permulaan (tahun 30 M – 590 M), kemudian Gereja pada abad pertengahan
(tahun 590-1500), dan Gereja pada Abad Modern (tahun 1500-masa kini). Gereja
mengalami perkembangan kendati berhadapan dengan penganiayaan dan tantangan
pengajaran sesat di sekitarnya.
Sebagai gereja awal yang terbentuk dalam konteks tiga
bangsa yaitu Romawi, Yahudi dan Yunani. Gereja bertumbuh dalam keunikan di mana
pada kelahiran Yesus bangsa Roma telah menduduki Palestina yang menungkinkan
kedamaian tercipta pada masa kekuasaannya. Kondisi ini merupakan peluang bagi
perkembangan gereja. Dalam hubungannya dengan bangsa Yahudi, sifat kepercayaan
monoteistik yang kuat dan teologi Yahudi yang menantikan kedatangan Mesias.
Selain itu Alkitab Perjanjian Lama Yahudi yang menjadi
kitab suci orang Kristen pada abad pertama sebelum terbentuk Perjanjian Baru
menjadi peluang tersendiri bagi gereja dalam mengembangkan sayapnya
memberitakan Injil. Peranan kekuasaan Yunani juga berdampak tersendiri bagi
kehadiran gereja abad permulaan. Jika Roma menguasai dunia secara politik, maka
Yunani menguasainya secara intelektual (Indra, 2011:23).
Pengaruh filsafat Yunani yang berkembang menjadi
tantangan berat bagi teologia Kristen, namun disisi lain filsafat Yunani telah
menolong membuka jalan bagi penerimaan gereja Kristen pada saat itu. Sebagai
salah satu contoh adalah kemunculan rasionalis menjadikan konsep berpikir
politeisme tidak bertahan lama dan pada akhirnya monoteisme semakin nyata
keberadaannya. Terjadilah perubahan situasi pada saat itu dimana lambat laun
filsafat-filsafat yang terkenal mengalami keruntuhan, sehingga menjadi pintu keterbukaan
kepada kekristenan.
D. Kondisi Gereja Mula-Mula
Pada awalnya gereja hanyalah merupakan sebuah kelompok
kecil yang didominasi oleh orang Yahudi. Akan tetapi, setelah terjadinya
penganiayaan terhadap orang Kristen maka menyebabkan penyebaran mereka di
seluruh daerah pada saat itu. Situasi itulah yang membuat perkembangan yang
pesat dalam kehidupan gereja, dimana dalam beberapa tempat itu pemberitaan Injil
terbuka (Kisah Para Rasul 8-11). Tentunya ini salah satu realisasi dari perintah
pemberitaan Injil yang disampaikan oleh Yesus sebelum kenaikan-Nya
(Mat.28:18-20; Mark. 16:15-18; Kis.1:8).
Semula orang-orang yang baru percaya kepada Tuhan
Yesus bersekutu dan beribadah di rumah mereka masing-masing dan belum ada
gedung khusus untuk kebaktian pada saat itu. Sehubungan dengan kebangkitan
Kristus yang bertepatan dengan hari minggu, maka perhimpunan jemaat Kristen
pada saat itu dilakukan pada hari-hari minggu (Kis.20:7). Menurut Kuhl
(1998:44) bahwa pada saat itu jemaat beribadah dengan tanpa adanya liturgi yang
tersusun rapi. Yang dilakukan adalah berdoa bersama, kemudian penyembahan
dengan nyanyian dan pujian, belajar tentang pengajaran rasul-rasul dan
mengadakan perjamuan kudus dalam setiap kebaktian.
Model peribadatan semacam ini berlangsung hingga
sebelum terjadinya peralihan dari para rasul kepada orang-orang berikutnya.
Perubahan besar mulai terjadi setelah kepemimpinan para rasul (tahun 70-140)
baik secara lahiriah maupun secara batiniah, diantaranya skema organisasi mulai
terbentuk sebagaimana sistem yang terdapat dalam sinagoge. Gereja dipimpin oleh
episkopos (penilik), presbuteros (penatua) dan diakonos (pelayan).
Gereja mengalami perluasan yang bertolak dari daerah
Palestina ke Siria, dan dari daerah tersebutlah gereja tersebar di berbagai
penjuru. Ke sebelah barat dikerjakan oleh Paulus (Kis.18:24-25), kesebelah
Timur dikerjakan oleh orang-orang Yahudi Kristen dari Siria dan Palestina
dengan pusat penginjilan di kota Edessa dan ke wilayah selatan dibawa oleh
rasul Bartolomeus dan Rasul Thomas ke India (Indra, 2011:25).
Dalam perkembangan selanjutnya gereja mulai mengalami
tantangan yang berat. Bukan hanya tantangan lingkungan tetapi juga tantangan
terhadap berbagai pengajaran yang menjamur. Gereja mulai mendapat penghambatan
dan penganiayaan dari kaisar-kaisar Roma berikutnya terutama pada masa
kekaisaran Nero (tahun 64 M), Kaisar Domitianus (Tahun 81-96), Kaisar Trayanus
(tahun 98-117). Penganiayaan ini mengakibatkan beberapa bapa gereja harus mati
syahid pada masa-masa kelam itu, seperti Policarpus dan Justin Martyr.
Sedangkan dari sisi pengajaran gereja ditantang dengan berbagai ajaran miring
seperti Gnostisisme, Marcion, dan Montanisme.
Reaksi yang muncul dari kekristenan selain dari
apologet-apologet yang dibangun oleh bapa-bapa gereja dalam bentuk tulisan,
dibentuklah kanon Perjanjian Baru (tahun 100 M) dan diikrarkannya Pengakuan
Iman sebagai ketetapan ajaran gereja. Selanjutnya, ditetapkan jabatan uskup
untuk menggantikan posisi para rasul sampai pada penamaan jemaat yaitu Gereja
Katolik. Seiring pertumbuhan gereja, maka segala bentuk kekuasaan dan
kepentingan semakin tak terkendalikan. Pada akhirnya gejolak dalam gereja di
berbagai wilayah semakin panas, sehingga gereja terpecah menjadi dua yaitu
Gereja Katolik dan Gereja Protestan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar