A.
Gereja dan Hakikatnya
Pemberian nama gereja
tidak terlepas pada konteks budaya atau bahasa masyarakat setempat. Istilah “gereja” yang kita kenal saat
ini pada awalnya
berasal dari bahasa Portugis yaitu “igreja” yang berarti berkumpul. Dalam
bahasa Yunani disebut ekklhsia (ekklesia) yang berarti sidang, jemaat, atau kumpulan. Kata “ekklesia” itu sendiri adalah terjemahan dari kata “qahal” (kahal) atau “qahal YHWH yang berarti umat, jemaat, atau massa. Dalam
Perjanjian Lama (PL) istilah “qahal” berarti Israel sebagai umat yang dikasihi
oleh Allah yang dipanggil supaya menjadi terang dan berkat bagi
bangsa-bangsa lain di sekitarnya (Ulangan 7:6).
Pemanggilan Allah yang istimewa ini bagi umat-Nya dimulai dari pribadi Abraham,
Ishak, dan selanjutnya kepada kedua belas suku Israel. Mereka dipanggil oleh Allah sebagai umat yang
berbakti kepada-Nya. Setelah Allah melihat manusia telah berdosa dan terus berbuat dosa, maka Allah Bapa mengutus Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus
Kristus ke dalam dunia untuk
menebus dosa-dosa umat-Nya. Pada posisi ini Yesus seratus persen adalah Allah
dan seratus persen sebagai manusia.
Keberadaan Yesus di
dunia adalah Allah sejati dan manusia sejati. Sebagai manusia sejati, Dia lahir melalui keturunan Yusuf dan Maria dari Nazaret. Kelahiran Yesus
sangat ajaib karena tidak melalui hubungan suami-istri pada umumnya, melainkan
oleh kuasa Roh Kudus. Kelahiran-Nya menunjukkan bahwa Allah Bapa sangat mengasihi setiap manusia yang telah berdosa kepada-Nya.
Mereka dipanggil
dan dipilih untuk memperoleh pembaharuan hidup dan pertobatan yang benar dalam rencana
penggenapan karya keselamatan kekal dari-Nya. Setiap manusia yang
sudah ditebus dosanya dikenal sebagai orang Kristen.
Komunitas orang
Kristen dipanggil
oleh Allah dari berbagai suku, agama, ras, etnis,
bahasa, budaya, dan berbagai bangsa di seluruh dunia. Mereka dikumpulkan menjadi sebuah komunitas yang saling mengasihi dan
membangun. Dalam uraian Riemer (2002:60) bahwa komunitas ini dipanggil oleh Firman Tuhan. Kuasa Firman Tuhan
dapat mengubahkan seluruh kehidupan manusia yang berdosa. Jadi, komunitas yang sudah dipanggil oleh
Allah ini secara istimewa berkumpul dalam suatu tempat yang disebut
gereja.
Dalam percakapan sehari-hari, hampir semua
orang Kristen mengartikan “gereja” pada gedungnya semata. Pemahaman ini
tentu tidak salah, tetapi juga tidak seluruhnya benar. Sekali pun melalui
keberadaan gereja dapat dilihat identitas dan ciri khas orang Kristen. Orang Kristen tidak sama dengan gedung
gereja. Yesus sendiri tidak pernah berbicara tentang gedung gereja untuk mengidentikkan
orang Kristen itu sendiri. Istilah gereja lebih menekankan pada pengertian persekutuan spritual atau rohani.
Keberadaan Bait Allah pada Perjanjian Lama
tidak mungkin terlepas dengan
keberadaan gereja yang kita kenal selama ini. Pada umumnya orang Kristen cenderung berpendapat istilah gereja lahir pada hari Pentakosta. Hari Pentakosta ini
terjadi sekitar sepuluh hari
setelah kenaikan Yesus Kristus ke sorga. Tetapi tidak boleh kita lupakan bahwa
gereja yang lahir pada hari Pentakosta itu
merupakan kesinambungan dengan umat Allah yang telah ada sejak pemilihan Abraham
pada saat itu. Perwujudan umat Allah dapat dilihat dalam gereja sekarang
ini.
Memang berbagai
argumentasi yang muncul dari para teolog tentang hakikat gereja. Kerumitan dalam
konteks kehidupan gereja bukan saja terletak pada kepelbagaian aliran, denominasi,
dan doktrin yang selalu ditonjolkan, tetapi juga perdebatan sehubungan dengan
asal-usul gereja itu sendiri. Ada yang berpendapat bahwa gereja adalah
kesinambungan dari kehidupan bangsa Israel atau biasa disebut sebagai Israel
rohani. Pada sisi yang lain ada yang mengatakan bahwa gereja adalah instrument
baru yang tidak ada kaitannya dengan bangsa Israel.
Salah satu argumentasi yang diringkaskan oleh Walvoord
(1984:18) dengan berkata:
Ada yang berpendapat bahwa gereja
hanyalah perkembangan lanjut dari rencana Allah bagi Israel dalam Perjanjian
Baru, kemudian berusaha menyamakan gereja dengan Israel. Yang lainnya lagi
menganggap gereja sebagai suatu fase penggenapan tujuan wasiat Allah tentang
penyelamatan. Ada pula yang berpendapat bahwa gereja adalah satu aspek dari
keseluruhannya kerajaan Allah, dimana gereja merupakan satu lapisannya. Masih
ada lagi yang menggabungkan berbagai aspek dari gagasan-gagasan di atas.
Konsep gereja sebagai kesinambungan dari Israel akan
berbenturan dengan beberapa nubuatan yang tidak tepat dengan keberadaan gereja pada
saat atau setelah pentakosta. Hal ini ditegaskan oleh
Thiessen (2003:479) dengan mengatakan:
Mereka yang
beranggapan bahwa gereja hanya merupakan Israel rohani dari Perjanjian Baru,
dengan kata lain, gereja adalah kelanjutan dari Israel Perjanjian Lama, mau
tidak mau percaya bahwa gereja sudah didirikan dalam zaman Perjanjian Lama. Pihak
lain beranggapan bahwa gereja mulai didirikan pada saat Kristus mulai
berkhotbah. Namun pandangan-pandangan ini ternyata tidak alkitabiah berdasarkan
penyataan Kristus sendiri. Kristus menyatakan di Kaisarea Filipi bahwa pada
saat itu gereja masih belum berdiri, karena Ia mengatakan, “di atas batu karang
ini Aku akan membangun jemaatKu” (Matius16:18).
Momentum hari Pentakosta dan sesudahnya merupakan waktu yang tepat menemukan
istilah gereja. Kendati secara istilah, eklesia adalah terjemahan dari kata Qahal. Namun persandingan makna tersebut
hanyalah pada ranah definitif dan bukan pada eksistensinya.
Kristus membina hubungan yang intim dengan jemaat-Nya sebagai
bentuk kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan dari diri-Nya. Hubungan yang hidup itu dapat dilukiskan melalui
perumpamaan-perumpamaan-Nya, yaitu: Kawanan
domba dan gembala (Yoh. 10:11; Yeh.
34); umat Allah (1 Petrus 2:9; Yehezkiel 37:27); pokok anggur dengan ranting-rantingnya (Yohanes 15:1-15); Tubuh Kristus (Efesus 4:11-12; Roma 12:4; 1 Korintus 12:12-18), dan seterusnya.
Bentuk perumpamaan di atas menunjukkan relasi hubungan yang
akrab dengan gereja-Nya.
Dalam pandangan Packer
(1991:68) mengatakan bahwa gereja adalah persekutuan seluruh dunia dari
orang-orang percaya yang kepalanya adalah Kristus. Gereja berarti kumpulan
orang-orang yang sudah dikuduskan oleh Allah. Gereja dipimpin dan dikhususkan oleh
Allah dalam rangka memberitakan karya keselamatan dari-Nya. Mereka beriman
kepada Kristus
dan dipanggil dari segala bangsa, budaya, bahasa, etnis, serta
berbagai latar belakang kehidupan sosialnya.
Pemanggilan dan pemilihan setiap orang Kristen
secara khusus didasarkan
atas kasih dan anugerah Allah semata. Rasul Petrus menguraikan hal ini dengan berpusat pada skema kerajaan sorga: “Tetapi kamulah bangsa yang
terpilih, imamat am rajani, bangsa yang
kudus, umat kepunyaan Allah sendiri; supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu ke luar dari
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Petrus 2:9).
Berdasarkan
Firman Tuhan di atas
ada dua aspek penting yang menjadi rujukan bagi setiap pribadi orang Kristen, yaitu:
1.
Anugerah sebagai aspek rohani atau spiritual yaitu terpilih,
imamat am, dan kepunyaan Allah.
2.
Melaksanakan tugas misi pemberitaan
Injil kepada semua orang dalam dunia ini. Apabila gereja lepas dari misinya, maka pribadi-pribadi orang Kristen tersebut tidak dapat disebut gereja.
Dari uraian di
atas menunjukkan bahwa istilah qahal, ekklesia, dan gereja pada dasarnya menunjuk pada
persekutuan orang-orang yang telah dipanggil oleh Allah dari berbagai suku,
agama, ras, bahasa, bangsa, etnis, dan budaya yang berbeda-beda. Mereka
memiliki keyakinan yang kuat bahwa hanya Yesus Kristus satu-satunya Allah serta juru
selamatnya. Oleh sebab itu, seluruh aspek dan pola kehidupannya harus sesuai
dengan kehendak Allah. Hidup dalam persekutuan dengan Allah serta meminta kekuatan dari Dia agar mampu
melakukan segala perintah-Nya yang
tertulis di dalam Alkitab.
B.
Gereja Bersifat Gedung
Setiap negara di dunia memiliki istilah
yang berbeda-beda dalam menamai gereja. Penamaan gereja tentunya tidak terlepas
pada konteks bahasa, budaya, dan tradisi negara atau daerah setempat. Beberapa
contoh negara yang dimaksud antara lain: Inggris disebut Chruch, Belanda disebut Kerk,
Scotlandia disebut Kirk, Indonesia
disebut gereja. Setiap daerah di Indonesia menyebut gereja sesuai dengan bahasa daerahnya
masing-masing. Misalnya di Nias gereja dikenal dengan istilah gosali, di Jawa dikenal istilah grejo, dan lain-lain. Apapun istilah gereja yang dipakai saat ini tidak terlepas
dari istilah Yunani yaitu Kuriakon. Kuriakon
adalah Rumah Allah atau gedung gereja. Gereja yang bersifat gedung berbeda
maknanya dengan ekklesia. Ekklesia lebih menunjuk pada pribadi orang Kristen.
Jumlah gedung gereja dari berbagai
aliran dan denominasi di
seluruh dunia mengalami peningkatan. Apabila dilihat secara seksama
menunjukkan bahwa pertambahan jumlah orang Kristen tidak sebanding dengan pertambahan gedung gereja yang semakin tidak
terkendalikan. Apakah pertambahan gedung gereja seperti ini menunjukkan peningkatan kuantitas dan
kualitas orang Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus? Untuk menjawab
pertanyaan ini tentu harus memiliki hati yang bijaksana serta penuh kejujuran
pada setiap pribadi pemimpin gereja maupun orang Kristen secara
keseluruhan.
Bertambahnya aliran dan denominasi
gereja memberi peluang penambahan gedung gereja baru. Berdasarkan data dari Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, Kementerian Agama Republik Indonesia
pada tahun 1993 menemukan 275 organisasi gereja Kristen Protestan dan sekitar
400-an yayasan Kristen Protestan yang bersifat gerejawi (Aritonang,
2000:1). Dari data ini menunjukkan
bahwa pertambahan aliran dan denominasi gereja semakin meningkat. Jumlah
organisasi gereja semakin bertambah, tetapi jumlah orang Kristen sangat sedikit
peningkatannya atau bisa dikatakan jumlahnya masih tetap.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
data dari Lumintang (2011:76) menegaskan bahwa sesungguhnya tidak bertambah
jumlah orang Kristen di Indonesia bahkan cenderung menurun. Selanjutnya, data resmi
dari Badan Pusat Statistik Departemen Agama Republik Indonesia menunjukkan
bahwa persentase pemeluk Kristen tahun 1990 sekitar 5,8% dari jumlah penduduk Indonesia.
Pada tahun 2000 terjadi penurunan menjadi 5,7%. Kemudian pendataan kembali
terjadi tahun 2005 menunjukkan persentase jumlah orang Kristen masih tetap 5,7%
dari jumlah penduduk Indonesia (Nurdi, 2005).
Jumlah orang Kristen tidak
bertambah, namun jumlah aliran dan denominasi gereja semakin meningkat. Peningkatan jumlah organisasi atau
denominasi gereja seperti ini juga diungkapkan Makkelo (2010:153) dalam bukunya yang berjudul “Kota Seribu Gereja”, di mana tahun 1999
telah ada sekte aneh di Kota Manado yaitu The
Satanic Church yang sering disebut gereja setan. Dia
menambahkan, pada tahun 2004 jumlah gereja dari berbagai aliran dan denominasi
di Kota Manado sebanyak 437 gereja yang terdata (2010:200). Tentu masih banyak lagi
gereja yang tersebar di seluruh Indonesia, baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar secara resmi di
Dirjen Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia.
Bertambahnya gedung gereja disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: bertambahnya aliran gereja;
bertambahnya denominasi gereja, dan bertambahnya jumlah orang Kristen.
Pertambahan gedung gereja sebagai akibat dari peningkatan jumlah orang Kristen
dapat dikatakan adalah keberhasilan sesuai dengan Amanat Agung Yesus
Kristus. Akan tetapi, bertambahnya aliran dan denominasi gereja merupakan bentuk perpecahan gereja. Tuhan Yesus belum pernah memerintahkan untuk
menambah jumlah aliran dan denominasi gereja, tetapi justru Dia mengingatkan
agar umat-Nya pergi memberitakan Injil dengan menjunjung tinggi persatuan dan
kesatuan di dalam gereja-Nya.
Adanya perbedaan aliran dan
denominasi gereja di atas terus dipertentangkan sampai saat ini. Perbedaan semacam ini
dimulai dari hal yang paling kecil sampai ke hal yang paling mendasar. Diawali dari perbedaan pendapat antara
pemimpin gereja, pemimpin gereja dengan jemaat, perbedaan liturgis, dan
selanjutnya ke hal yang paling krusial mengenai perbedaan doktrin. Hal ini kembali
diingatkan oleh
Makkelo (2010:155) bahwa beragamnya aliran yang muncul ini
sebagai akibat perbedaan dalam menafsirkan Alkitab, perbedaan dalam menerapkan
tata ibadah, dan
perbedaan dalam metode Pekabaran Injil. Semua perbedaan ini pada akhirnya
berujung pada perpecahan gereja yang melahirkan adanya berbagai bentuk aliran
dan denominasi gereja baru, sehingga pertambahan
gedung gereja pun tidak mungkin
dielakkan.
C.
Gereja Yang
Melawan
Pada umumnya bentuk gedung gereja pada
setiap negara dan daerah memang berbeda-beda. Di wilayah Indonesia bentuk gedung gereja lebih
mengikuti nuansa budaya daerah
setempat. Hal
ini dilakukan sebagai wujud dalam melestarikan budaya. Selain itu, ada juga yang mengikuti bentuk atau model gereja yang
ada di beberapa negara Eropa dan Amerika. Kondisi ini tidak terlepas dari
pengaruh para misionaris yang berasal dari latar belakang budaya serta negara
yang berbeda-beda.
Dalam beberapa tahun terakhir bentuk dan model
gedung gereja telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Setiap aliran dan denominasi gereja menggunakan ruko, rumah, hotel, mall,
dan fasilitas sosial lainnya untuk melaksanakan kegiatan ibadah. Berubahnya
bentuk dan model gereja ini disebabkan oleh sikap pemerintah yang
mengeluarkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) tentang syarat dan pembatasan pembangunan tempat
ibadah. Lokasi ini dipilih sebagai bentuk perlawanan orang Kristen terhadap
kebijakan pemerintah.
Ada tiga kementerian yang harus
bertanggung jawab dalam mengembalikan keharmonisan umat beragama yang sudah
terjalin dengan baik selama ini, yaitu Kementerian Agama, Kementerian Dalam
Negeri, serta Kementerian Hukum dan HAM. Keharmonisan interumat beragama,
antarumat beragama, dan antarumat beragama dengan pemerintah terganggu atas
kebijakan pemerintah tersebut. Diperparah lagi adanya sebagian anggota
masyarakat
yang tidak menyetujui
pembangunan gedung gereja di daerah tersebut. Mereka menggunakan berbagai cara
untuk menghalangi pembangunan gedung gereja.
Lebih ironisnya lagi, ada beberapa
gereja yang
sudah memiliki ijin dan telah mendirikan gedung gereja selama bertahun-tahun pada akhirnya ditutup. Tidak jarang orang Kristen mengalami
penganiayaan dari
organisasi kemasyarakatan yang mengatasnamakan agama tertentu. Kenyataan ini
seakan-akan ada yang melegitimasi tindakan mereka. Pemerintah pun
terkesan lepas tangan ketika terjadi konflik seperti ini dan pada akhirnya
orang Kristen dituding sebagai biangnya.
Pemerintah mengeluarkan berbagai syarat
sehingga secara tidak langsung melarang umat beragama atau orang Kristen pada khususnya
untuk membangun
gedung gereja. Umat beragama tidak bebas lagi beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya yang dijamin oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah harus mengkaji kembali SKB ini serta
tidak boleh mencampuri secara mendalam tentang keyakinan atau agama seseorang. Bangsa
ini tidak akan maju serta tidak bermartabat jika hanya ada satu agama yang
mendiami bumi pertiwi ini.
Kehidupan orang Kristen pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan
gedung gereja. Gedung gereja merupakan
sebuah identitas bagi orang Kristen. Gedung gereja juga berperan penting dalam
pertumbuhan kualitas imannya. Gedung gereja atau rumah ibadah sebagai simbol agama
yang kuat (Makkelo, 2010:142). Gedung gereja sangat penting dalam rangka melaksanakan
seluruh kegiatan gerejawi serta memberikan kegairahan bagi umat Kristen dalam melayani
sesamanya.
Kehadiran gedung gereja menjadi sarana dalam
mempersatukan berbagai latar belakang kehidupan sosial umat Kristen seperti orang miskin
dengan kaya, orang cacat dengan normal, orang berpendidikan dengan buta huruf,
orang tidak berbudaya menjadi berbudaya, dan sebagainya. Keberadaan gedung
gereja sama pentingnya dengan keberadaan tempat ibadah bagi agama lain. Setiap
agama di seluruh wilayah Indonesia harus diijinkan untuk mendirikan tempat
ibadah yang dilindungi oleh Pancasila, UUD 1945, serta pemerintah pusat dan daerah.
D.
Gereja Tempat Orang Berdosa
Keberadaan orang Kristen bukan hanya dilihat dari gedungnya saja tetapi juga menyangkut
pribadi-pribadi anggota jemaat yang beribadah di dalamnya. Gereja yang bersifat jemaat berarti
sebuah organisasi manusia yang bisa
berbuat salah, berdosa kepada Allah (Griffiths, 1995:36). Oleh sebab itu, setiap pribadi orang Kristen yang telah dikumpulkan dalam gedung gereja perlu diajar dan dibimbing oleh pemimpin gereja yaitu pendeta atau penginjil. Walaupun sudah menjadi orang Kristen kemungkinan
besar masih bisa berbuat dosa. Mereka senantiasa tetap diingatkan, diajar secara terus-menerus agar
kembali pada tatanan hidup yang benar, beriman teguh,
dan melayani Allah dengan cara yang benar.
Untuk membentuk karakter hidup orang
Kristen yaitu gereja sejati harus didasarkan pada prosesnya Allah. Hal ini
dikatakan oleh Sproul
(2002:285) bahwa gereja menunjuk pada semua orang
yang menjadi milik Tuhan, yaitu mereka yang telah dibeli oleh darah Kristus. Menjadi milik
Tuhan berarti menunjuk
kepada orang-orang yang dipanggil keluar dari rumah-rumah mereka untuk datang
ke suatu tempat yaitu gereja (Riemer, 2002:60). Setiap orang yang mengaku Kristen
sesungguhnya merupakan kumpulan orang-orang berdosa yang dipanggil oleh Allah
melalui kuasa darah Yesus Kristus dengan tujuan diselamatkan.
Orang Kristen adalah pribadi yang sudah
dipanggil dari dosa mereka dan dibenarkan oleh Yesus Kristus melalui karya penebusan di
atas kayu salib.
Karya
keselamatan ini dimulai
dari kelahiran, pelayanan, sengsara, kematian, kebangkitan, kenaikan, dan
kedatangan Yesus
kembali. Setiap orang yang telah diselamatkan oleh Yesus dipersatukan
di dalam gereja-Nya serta menggunakan Alkitab sebagai pedoman hidup dalam melaksanakan seluruh aktifitasnya.
Pengetahuan seseorang tentang isi
Alkitab tidak menjamin dia tidak berbuat dosa. Para pemimpin gereja seperti
Pendeta, penginjil, majelis jemaat, serta orang Kristen secara keseruhan bisa jatuh
dan terjebak untuk berbuat dosa. Tanpa disadari pemimpin gereja dan orang
Kristen pada umumnya melakukan dosa lewat pelayanan mereka. Pelayanan sosial gereja yang paling ngetren saat ini yaitu
pengobatan dan pemeriksaan kesehatan secara gratis, pembagian sembako, mendirikan rumah
sakit, mendirikan sekolah, dan sebagainya. Pada konteks pelayanan ini biasanya
gereja bisa terjebak untuk berbuat dosa. Oleh karena, mereka melakukan
pelayanan itu hanya untuk kepentingan pribadi atau golongannya.
Segala bentuk pelayanan yang dilakukan
oleh gereja pada dasarnya tidak salah. Akan tetapi, sebagian besar pemimpin gereja
melakukan kegiatan pelayanan sosial mereka hanya untuk ambisi tertentu, kekuasaan, dan
popularitas pribadi
semata. Pada
akhirnya organisasi gereja yang tidak bisa melakukan kegiatan yang sama sering
dianggap bukan gereja. Setiap orang yang melakukan pelayanan untuk tujuan
popularitas, maka dipastikan adanya unsur-unsur atau sifat manusia yang lebih ditonjolkan daripada
kemuliaan Tuhan.
Ketika realita semacam ini dipertontonkan maka gereja sudah kehilangan identitasnya
sebagai lembaga kerohaniaan. Setiap gereja seharusnya mencerminkan dirinya sebagai
garam dan terang di tengah-tengah
komunitas Kristen maupun masyarakat yang belum percaya.
Setiap orang yang sudah menjadi
Kristen kemungkinan masih bisa berbuat dosa. Ada tiga aspek penting yang harus
diwaspadai oleh setiap orang Kristen, yaitu:
1.
Kita bisa berdosa karena keinginan diri sendiri.
2.
Kita bisa berdosa karena pengaruh lingkungan.
3.
Kita bisa berdosa karena pengaruh iblis.
Ketiga hal di atas dapat menjadi
sumber kejatuhan manusia dalam dosa secara keseluruhan dan orang Kristen pada
khususnya. Tidak mengherankan jika kita dapat menemukan orang Kristen yang dipenjara
karena melakukan perbuatan dosa. Kendati mereka menggunakan nama-nama yang
terdapat dalam Alkitab seperti Matius, Yohanes, Lukas, Paulus, dan lain-lain. Bukan
hanya itu saja, pendeta, penginjil, dan majelis-majelis jemaat bisa berbuat
dosa dalam pelayanan mereka. Biasanya dosa mereka tidak selalu mencuat
kepermukaan. Dosa mereka selalu tertutupi oleh jubah kebesaran dan kedudukannya
dalam gereja. Oleh sebab itu, siapa pun kita harus selalu bersandar dan memohon
pengampunan dari Tuhan sepanjang nafas hidup kita di dunia ini.
G.
Gereja Yang Berubah
Keberadaan gereja dewasa ini tentu
tidak bisa dilepaskan dari sejarah awalnya. Walaupun sifat-sifat gereja sudah ada
sejak Allah menciptakan Adam dan Hawa di Taman Eden, namun secara kelembagaan
wujud gereja baru terlihat ketika para rasul mulai memberitakan Injil secara
besar-besaran setelah Yesus Kristus naik ke sorga. Keberadaan gereja sangat
jelas terlihat pada peristiwa Pentakosta di mana 3000 orang lebih yang percaya kepada Yesus Kristus, kemudian mereka
dibaptis dan tetap menjaga persatuan dan kesatuan di dalam gereja-Nya (Kisah
Para Rasul 2:41-47).
Dalam perjalanan yang panjang inilah
gereja masih terus mengalami perubahan sesuai konteksnya. Gereja terus belajar membenahi diri
sebagai lembaga kerohanian yang ada di tengah-tengah dunia ini. Berdasarkan
pengalaman ini membawa gereja untuk melihat jelas apa yang sudah terjadi,
sedang terjadi, dan akan terjadi ke depan. Gereja harus belajar dari semua
pengalaman yang sudah dialaminya serta mengevaluasi apa saja yang sudah
dikerjakan bagi dunia yang terus mengalami perubahan yang radikal dalam setiap
lini kehidupan manusia.
Perubahan radikal semacam ini terjadi
karena dilatarbelakangi oleh faktor yang timbul dari luar gereja maupun dalam
gereja itu sendiri. Faktor dari luar gereja yaitu adanya tekanan-tekanan dari
orang-orang yang tidak senang atas kehadiran gereja di sekitarnya. Mereka
menganggap gereja sebagai lembaga yang mengancam komunitasnya, yang didasari
atas adanya perbedaan agama dan keyakinan. Berbagai cara yang dilakukan untuk
menghambat pertumbuhan gereja. Melarang pembangunan gedung gereja, serta melarang orang Kristen melaksanakan kegiatan ibadah di rumahnya seperti
persekutuan doa, ibadah rumah tangga, dan berbagai kegiatan lainnya.
Sementara faktor yang timbul dari dalam
gereja diawali oleh orang-orang Kristen itu sendiri secara khusus para
pemimpinnya. Mereka
ingin merubah tatanan kehidupan gereja yang sudah ada sebelumnya. Kadang
perubahan ini berdampak positif tetapi tidak sedikit juga dampak negatifnya.
Dampak positif yaitu pertumbuhan jumlah
orang Kristen meningkat,
sedangkan dampak negatifnya yaitu adanya sikap saling tidak menerima antara
aliran dan denominasi gereja yang sudah ada. Oleh sebab itu, gereja terus
mengalami perpecahan yang melahirkan berbagai ajaran, aliran, dan denominasi
gereja baru (Makkelo, 2010:156).
Selain perubahan yang ditimbulkan
oleh para pemimpin gereja, maka simpati warga jemaat terhadap lembaga gereja
juga mengalami perubahan yang signifikan. Berbagai macam alasan yang diutarakan
sebagai bentuk protes terhadap lembaga gereja maupun para pemimpinnya. Warga
jemaat sering mengatakan bahwa dalam gereja terlalu banyak masalah, tidak
memiliki waktu untuk pergi ke gereja, pemimpin gereja lebih tertarik pada uang
daripada diri mereka, liturgi ibadah gereja sangat membosankan, dan lebih para
lagi gereja dianggap bukan lembaga rohani lagi sehingga tidak ada Tuhan di
dalamnya.
Paradigma orang Kristen di atas
didasarkan pada pengalaman-pengalaman mereka di dalam gereja selama
bertahun-tahun. Lembaga gereja diasumsikan sebagai sarana untuk memuaskan batin
mereka yang sedang haus dan ditindas oleh jaman ini. Ketika pemimpin gereja
tidak mampu menjawab pergumulannya, maka mereka kehilangan arah serta berubah
sesuai konsep berpikirnya masing-masing. Tidak sedikit orang Kristen sering
berpindah ke aliran dan denominasi gereja lain hanya untuk memenuhi segala
kebutuhannya baik spiritual maupun jasmaninya. Inilah bentuk-bentuk tantangan
gereja saat ini yang terus berubah sesuai konteks jamannya.
Perubahan paradigma gereja dewasa
ini telah dipengaruhi oleh sekularisme dan kapitalisme. Setiap aliran dan
denominasi gereja berlomba-lomba memenuhi permintaan jemaat sebagai langkah
antisipasi agar tidak pindah ke gereja lain. Yang paling mencolok lagi adanya
daya tarik untuk “memancing” anggota gereja lain untuk pindah ke gerejanya.
Gereja berusaha menyediakan berbagai fasilitas yang sangat memanjakan jemaat,
seperti adanya sarana transportasi antar jemput, bagi-bagi sembako, beribadah
di hotel mewah atau mall, membangun gereja super megah, full musik, dan
lain-lain. Semua fasilitas gereja ini disiapkan dengan terpaksa untuk memenuhi
kebutuhan psikologis jemaat dan bukan membentuk kualitas serta karakter
kerohaniannya kepada Allah.
Melihat kembali awal kekristenan
menunjukkan bahwa jemaat dipanggil oleh Allah sehingga mereka datang beribadah
ke gereja. Jemaat membutuhkan gereja untuk memulihkan hubungannya yang rusak dengan
Allah. Justru saat ini warga jemaat jual mahal kepada gereja atau pemimpinnya.
Terlihat jelas bahwa gereja yang membutuhkan jemaat, sehingga jemaat merasa
bisa memilih gereja sesuai kebutuhan psikologis maupun keinginan hatinya.
Ketika gereja sudah kehilangan jati diri serta tugas pokok utamanya, maka
jemaat bisa mengatur gereja sesukanya. Mengkritik pemimpin gereja karena punya
pengaruh di dalam gereja tersebut.
Ketika pemimpin gereja berusaha
mengakomodir segala bentuk tuntutan jemaat kendati bertentangan dengan Firman
Tuhan, maka pada saat itulah gereja telah kehilangan jati dirinya. Gereja dapat
diidentikan dengan pasar gelap yang menjual berbagai kebutuhan manusia yang
murah meriah. Dahulu gereja adalah lembaga rohani, tetapi sekarang menjadi
lembaga duniawi yang dihias dengan unsur kerohanian tentunya. Perubahan cara
pandang gereja seperti ini menjadi tanggung jawab semua orang Kristen untuk
memperbaharuinya kembali agar sesuai dengan rencana agung Tuhan Yesus dalam
gereja-Nya.
E.
Gereja Yang Bertumbuh
Tujuan akhir keberadaan gereja di
dunia ini ialah menghadirkan kerajaan Allah. Melihat perkembangan gereja dewasa
ini bisa dikatakan mengalami pertumbuhan secara kualitas maupun kuantitas.
Kendati kedua aspek pertumbuhan ini diperlukan waktu khusus untuk mengevaluasinya
serta melakukan penelitian secara mendalam sejauhmana peningkatan kualitas dan
kuantitas tersebut.
Secara kasat mata menunjukkan gereja
telah bertumbuh dengan sangat pesat dan luar biasa dimana hampir semua suku,
bahasa, etnis, budaya, dan bangsa telah memiliki gereja atau pernah mendengar
kekristenan. Sebagian mereka telah mendengar berita sukacita dari Allah yaitu
Yesus Kristus Sang Juru Selamat umat manusia. Keberadaan gereja ada yang dapat
dilihat secara langsung, namun tidak sedikit juga mereka yang mengalami
penganiayaan karena percaya Yesus dipastikan beribadah secara diam-diam dan
bersembunyi.
Orang Kristen tidak perlu cemas dan
takut dengan segala medan pelayanan. Ada kuasa tangan Tuhan yang tidak terlihat
yang selalu menopang. Gereja semakin dibabat semakin merambat. Gereja semakin ditindas
jutru semakin bertumbuh karena pertolongan-Nya. Oleh sebab itu, gereja bukan tujuan manusia melainkan
milik dan tujuan Allah. Orang Kristen diutus oleh Allah untuk menghadirkan
Kerajaan Allah. Kerajaan Allah ialah pemerintahan Allah atas seluruh kehidupan
di dunia ini.
Gereja tidak memiliki tujuan untuk dirinya sendiri. Kerajaan itu telah diawali melalui diri Yesus Kristus. Perjuangan
itulah yang memungkinkan gereja bertumbuh. Gereja yang tidak berjuang adalah
gereja yang tidak bertumbuh. Pertumbuhan itu mengarah ke dalam dan ke luar gereja itu
sendiri.
1.
Pertumbuhan
Gereja Ke Dalam
Pertumbuhan ke dalam berarti gereja
makin berakar pada Kristus. Pertumbuhan ke luar berarti gereja makin
mengembangkan kesaksian hidup dan pelayanannya di tengah-tengah masyarakat.
Sering ada gereja yang berpendapat bahwa untuk melaksanakan tugasnya keluar
harus terlebih dulu membereskan masalah-masalah di dalam. Konsep berpikir
demikian tidak ada salahnya, tetapi alangkah indahnya jika dilakukan secara
bersama-sama. Lebih baik lagi gereja menghindari diri dari berbagai
masalah di dalam gereja itu sendiri. Karena sudah pasti kita tidak mungkin menjadi berkat bagi
orang lain, apabila kita sendiri belum menjadi orang Kristen yang benar di
rumah kita sendiri.
Pertumbuhan ke dalam mengarah pada
kedewasaan iman setiap orang Kristen di dalam Yesus Kristus. Mereka tidak mudah diombang-ambingkan oleh angin pengajaran atau disesatkan oleh manusia yang mencari keuntungan dan
popularitas semata. Pengetahuan
mereka tentang Kristus pun makin bertambah-tambah setiap saat. Jemaat yang tumbuh ke dalam seperti ini juga hidupnya dilimpahi
dengan ucapan syukur
dalam suka maupun duka untuk kemuliaan Allah (1 Tesalonika 5:18; Kolose 2:6).
Pertumbuhan ke dalam gereja merupakan
langkah awal pertumbuhan gereja selanjutnya. Dalam setiap gereja pasti ada
masalah besar atau pun kecil. Sering ada warga gereja yang rewel karena masalah
kecil, kemudian pindah gereja atau membuat aliran dan denominasi gereja baru. Orang yang suka pindah-pindah gereja, memberikan
kesan bahwa bergereja bagaikan lembaga sosial atau perusahaan. Di dalam gereja segala masalah dapat diselesaikan. Tidak ada
satupun masalah di dunia yang berdosa ini yang tidak bisa diselesaikan oleh
gereja.
2.
Pertumbuhan
Gereja Ke Luar
Pertumbuhan ke luar yaitu memiliki
tanggung jawab atas Amanat Agung Tuhan Yesus. Tuhan menyuruh setiap jemaat-Nya supaya mewartakan Injil dan melayani orang lain. Bersama-sama dengan Tuhan, gereja
membuktikan bagaimana mengasihi sesama manusia dan cinta lingkungannya masing-masing.
Setiap gereja dipanggil supaya menjadi kawan sekerja-Nya dalam rencana
penyelamatan manusia
dan dunia ini. Untuk tugas ini kebanyakan gereja bersikap introvert.
Artinya, gereja hanya berwawasan dan bersikap mementingkan diri sendiri.
Pertumbuhan gereja keluar dapat kita
lihat dalam kehidupan
jemaat mula-mula. Dalam situasi keterbatasan biaya serta menghadapi berbagai
penganiayaan, mereka justru bertumbuh secara luar biasa. Mulai dari
kesaksian para murid sehingga bertambah jumlah orang percaya manjadi tiga ribu orang, lima ribu orang, dan terus bertambah sampai saat ini. Mereka tidak memberitakan Injil
dengan dasar aliran dan denominasi gereja tertentu, tetapi didasari oleh
keteladanan di dalam Yesus Kristus. Tidak ada aliran dan denominasi, hanya
gereja Kristus
yang diagungkan.
Beberapa sikap yang ditujukan oleh orang Kristen
atau gereja
mula-mula sebagai hasil pertumbuhan gereja yang dapat dilihat secara nyata, yaitu:
a)
Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul yaitu mendengar
dan melakukan Firman Tuhan. Ketekunan inilah yang menjadikan mereka kuat dan
tidak mudah diombang-ambingkan oleh pengajaran sesat kendati mereka menderita.
b)
Mereka bertekun bersekutu, berdoa, dan saling membantu dalam
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mereka tidak menunjukkan kekayaan
mereka, melainkan kebersamaan di dalam Tuhan.
c)
Mereka bertekun mengikuti Perjamuan Kudus dan perjamuan
kasih.
d)
Mereka disukai oleh semua orang atau masyarakat di
sekitarnya. Masyarakat mengagumi persekutuan dan cara hidup mereka. Mereka
sehati sepikir. Para pemimpinnya pun
bersikap tidak saling menjegal, melainkan bekerjasama.
e)
Mereka semakin bertambah banyak, sehingga Kristus
dimuliakan.
Berdasarkan sikap-sikap jemaat
pertama di atas setidaknya memberikan kita harapan bahwa gereja saat ini pasti
lebih baik dan bertumbuh lebih banyak lagi pada masa yang akan datang.
Pertumbuhan yang diharapkan bukan pertambahan aliran dan denominasi gereja,
melainkan pertumbuhan secara kualitas iman dalam mewujudkan kesatuan
gereja-Nya. Selain itu, pertumbuhan secara kuantitas bisa tercapai jika
kesatuan gereja-Nya tercipta. Tugas untuk memenangkan jiwa bagi Kristus akan
lebih banyak lagi karena dilakukan secara bersama-sama tanpa melihat perbedaan
aliran dan denominasi gereja.
F.
Gereja Yang Melayani
Pada umumnya orang Kristen setidaknya
memiliki tiga tugas pokok pelayanan dalam dunia ini. Tugas pokok yang dimaksud
antara lain: pelayanan marturia (bersaksi), pelayanan koinonia (bersekutu), dan
pelayanan diakonia (pelayanan sosial). Apabila gereja sudah mampu mewujudkan
tugas pokok ini dengan benar maka gereja sudah menjadi bagian penting di
tangah-tangah masyarakat dan mampu memberi warna bagi dunia. Kehadiran gereja harus
menghadirkan kasih Kristus kepada semua orang. Sungguh disayangkan tugas pokok
ini belum terwujud secara maksimal sampai detik ini. Hal ini disebabkan gereja
masih berkutat pada persoalan perdebatan atas perbedaan aliran dan
denominasinya masing-masing.
Pertama, pelayanan marturia
merupakan sikap orang Kristen (gereja) yang
telah menerima anugerah keselamatan dari Allah. Mereka dipanggil untuk bersaksi
di tengah-tengah dunia ini. Pelayanan kesaksian ini harus sesuai dengan
keteladanan Kristus. Orang Kristen tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri,
melainkan dipanggil di tengah-tengah bangsa yang memiliki corak dan karakter
yang beragama. Orang Kristen dipanggil dan diperintahkan oleh Allah untuk
berada di lingkungan orang-orang yang membenci Yesus dan dirinya. Kehadiran
orang Kristen di tengah masyarakat harus membawa berita sukacita melalui
kesaksian hidupnya. Jadi, gereja yang sehat secara rohani tidak hanya
memikirkan diri sendiri, melainkan menjadi alat bagi Allah untuk menyatakan
visi-misi-Nya dalam dunia ini.
Kedua, pelayanan gereja yang
bersifat koinonia merupakan perwujudan dari persekutuan antara Allah dengan
orang Kristen, antara sesama orang Kristen, dan orang Kristen dengan agama lain.
Dalam persekutuan inilah setiap orang
saling menerima sebagai saudara seiman, sehati sepikir, dan satu di dalam
Kristus tentunya. Istilah persekutuan ini lebih dalam dimaknai oleh rasul
Paulus dalam bahasa simbolisnya yang mengatakan: “persekutuan dalam darah dan
tubuh Kristus” (1 Kor. 10:16; bnd. 1 Kor. 1:9). Semua orang percaya itu
mendapat bagian di dalam Kristus.
Terakhir pelayanan diakonia berarti
gereja harus mampu melaksanakan tugasnya sebagai pribadi yang melayani orang
lain. Tuhan Yesus memberi keteladanan dalam hal melayani. Dia datang ke dalam
dunia bukan untuk dilayani melainkan melayani (Markus 10:45). Jadi, setiap
orang yang meyakini dirinya sebagai umat pilihan Allah terpanggil untuk melayani
orang lain sesuai dengan talentanya. Akan tetapi, seberapa banyak orang Kristen
yang sudah memahami tugas pelayanan ini? Harus jujur mengakui hanya segelintir
orang saja yang telah dan berusaha menjadi pribadi-pribadi pelayan. Sebagian
besar orang Kristen memiliki keinginan besar untuk dilayani oleh sesamanya.
Kita dipanggil dan
diselamatkan agar menjadi
berkat bagi seluruh lapisan masyarakat. Alkitab bersaksi bahwa Abraham dipanggil oleh Allah dan menjadi berkat bagi masyarakat
sekitarnya pada waktu itu. Hal inilah
yang ditegaskan oleh Calvin bahwa manusia diselamatkan bukanlah untuk dirinya
sendiri tetapi menjadi berguna bagi orang lain (Sagala, 2011:36). Maka hidup orang Kristen hendaknya
menjadi hidup yang berbagi dengan orang lain kendati memiliki latar belakang
sosial yang berbeda dengan dirinya
sendiri.
Menjadi Kristen atau menjadi warga gereja berarti hidupnya senantiasa bersekutu
dengan orang
lain. Kristus memberikan berkat rohani dan jasmani, tidak bertujuan untuk
dimakan sendiri. Sifat Allah yang
pemurah membentuk umat-Nya menjadi umat yang pemurah. Sifat pelit atau kikir bukan sifat Kristiani, melainkan sikap
orang egoistis. Kumpulan orang semacam ini pada prinsipnya hidupnya tidak mengucap syukur atas
berkat-berkat yang diterimanya dari Allah. Mereka selalu merasa kekurangan sampai dia meninggal
dunia.
Kebanyakan orang mengikuti konsep
gereja yang eksklusif. Konsep ini cenderung mengakibatkan gereja menutup diri
baik kepada sesama orang Kristen terlebih lagi terhadap masyarakat umum.
Bagaimana kita menjadi berkat, garam, dan
terang di tengah-tengah dunia ini? Gereja yang tertutup adalah gereja
yang melarikan diri dari panggilan-Nya. Ketika gereja memiliki sikap
eksklusif bagi masyarakat, sesungguhnya gereja itu bukan milik Kristus. Kita harus terbuka sebab Kristus mengasihi
semua orang (Yohanes 3:16). Oleh karena itu, orang Kristen dan jemaat hendaknya berwawasan dunia
sentris, tidak berwawasan gereja sentris semata. Kita berwawasan dunia sentris untuk
bisa memahami dan menerapkan dunia spiritualitas kepada semua orang.
Bagaimana mungkin kita mengharapkan
orang lain mengerti kebenaran dan kebaikan jika kita sendiri belum
melakukannya. Paulus
mengingatkan semua orang Kristen secara khusus pemimpin-pemimpin gereja yang
mengetahui kebenaran Allah agar selalu berbuat baik kepada semua orang. Firman
Tuhan berkata: “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang, Tuhan sudah
dekat!” (Filipi 4:5,
bnd. Galatia 6:10; Kejadian 12:2). Kebaikan adalah buah-buah Roh
(Galatia 5:22). Kita dipanggil supaya “menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5). Yesus Kristus selalu memasyarakat
dan blusukan mulai sejak kelahiran sampai kenaikan-Nya
ke sorga.
Untuk menjadi gereja yang benar, tidak
tersedia pilihan lain kecuali menjadi gereja yang memasyarakat dan melayani sesuai dengan teladan Kristus Yesus.
Demikian juga orang Kristen harus menjadi pribadi-pribadi yang mewartakan kasih
Kristus di dalam seluruh lapisan masyarakat. Tugas ini sesuai dengan panggilan
kita supaya menjadi garam dunia, terang dunia, dan kota di atas gunung (Matius 5:13-16). Membangun hubungan yang
dialogis dengan semua pihak di dalam masyarakat sebagai strategi dalam
memberitakan Injil. Tujuan utama Yesus Kristus menyelamatkan kita yaitu untuk
menyelamatkan orang lain yang belum percaya kepada-Nya melalui tiga tugas pokok
panggilan pelayanan gereja yaitu
marturia, koinonia, dan diakonia.
G.
Gereja Yang Rohaniah
Gereja yang bersifat rohani sering
diidentikan dengan gereja yang tidak kelihatan (Invisible Church). Bagi kalangan gereja reformed istilah ini bukan hal yang baru. Gereja tidak
kelihatan menunjuk pada kumpulan orang-orang pilihan Allah secara khusus yang tidak
bisa ditentukan oleh mata jasmani yang
berdosa.
Sementara gereja kelihatan lebih bersifat manusia
yang terdiri dari keseluruhan orang Kristen, sedangkan gereja tidak kelihatan
lebih berorientasi pada konsep orang Kristen secara rohani atau umat pilihan
Allah itu sendiri.
Dalam pandangan Prime (2001:150) gereja ini terdiri dari orang-orang dari tiap
bangsa, tiap negeri dan tiap abad, yang sudah dipilih oleh Allah Bapa,
diperoleh dengan darah Kristus dan dikuduskan oleh Roh Kudus. Hal senada juga
dikemukakan oleh Tong (1999:41) dengan mengutip pendapat Calvin yang
menekankan bahwa gereja adalah kumpulan atau komunitas orang-orang yang
dipilih. Setiap orang yang dipilih oleh Allah sepakat untuk mengikuti kehendak
Allah dan Firman-Nya.
Di dalam gereja yang kelihatan secara
organisasi di sanalah terdapat juga warga gereja yang tidak kelihatan yang disebut
umat pilhan Allah. Mereka beribadah sambil mengenal diri sebagai orang yang tidak layak
memuliakan Allah.
Dalam analisis Berkhof (1997:26) mengatakan bahwa baik Calvin maupun Luther sama-sama
menekankan kenyataan bahwa ketika mereka berbicara tentang gereja yang nampak
(kelihatan) dan tidak nampak (tidak kelihatan), mereka tidak menunjuk kepada
dua macam gereja yang berbeda, tetapi kepada dua aspek dari satu Gereja Yesus
Kristus. Umat pilihan Allah ini tidak dapat ditentukan oleh mata jasmani manusia. Allah sendiri yang
memilih mereka sehingga setiap pribadi yang dipilih-Nya pasti merasakan serta menjawab panggilan Allah yang dasyat
tersebut.
Pemilihan
Allah atas umat-Nya tidak didasarkan
pada perbuatan baik seseorang, melainkan oleh anugerah Allah semata. Allah
memilih sebelum mereka lahir di dunia yang penuh dosa ini. Dalam kitab
Efesus 1:3-4 menegaskan: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus
yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di
dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia
dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.”
Gereja dikatakan tidak kelihatan karena
pada dasarnya bersifat spiritual. Oleh sebab itu, gereja ini terdiri atas
sejumlah orang pilihan Allah, yang telah, sedang, dan akan dihimpun menjadi
satu persekutuan sejati di bawah pemerintahan Kristus. Dialah yang menjadi pemimpin atas
semua umat pilihan-Nya.
Dengan
demikian, persekutuan orang percaya dengan Kristus merupakan sebuah persekutuan rohani yang membentuk satu ikatan yang
tidak kelihatan secara jasmani. Berkat keselamatan seperti kelahiran
kembali, pertobatan yang murni, iman yang benar, dan persekutuan
spiritual, semuanya menjadi identitas baru bagi umat pilihan Allah.
Selanjutnya, Hoeksema (1985:567) menjelaskan dengan mengutip Pengakuan Iman Belgia: We believe and
profess, one catholic or universal church , which is an holy congregation, of
true Christian believers, all expecting their salvation in Jesus Christ, being
washed by his blood, sanctified and sealed by the Holy Ghost. This church hath been from the beginning of
the world, and will be to the end. (Kita percaya dan mengaku satu Gereja yang Katolik atau Am, yang mana
adalah sebuah jemaat yang kudus, dari orang-orang yang sungguh percaya,
semuanya mengharapkan keselamatan mereka di dalam Kristus, yang dicuci oleh
darah-Nya, yang dikuduskan dan dimateraikan oleh Roh Kudus. Gereja ini sudah
ada sejak awal dunia dan akan ada sampai akhir zaman).
Dalam
Pengakuan Iman Rasuli dikatakan juga bahwa setiap orang Kristen mengakui adanya
gereja. Pengakuan tentang gereja dalam
hal ini bukan hanya gereja yang kelihatan secara organisasi atau sekumpulan
orang yang ada di dalam gereja itu, tetapi juga menunjuk semua orang pilihan Allah, termasuk
juga mereka yang sudah mati (Calvin, 2003:226). Keyakinan inilah yang membuat Tong
(1999:41) berani berkata bahwa baik Luther maupun Calvin menegaskan bahwa gereja adalah
gereja yang kelihatan dan yang tidak kelihatan (Visible Church and Invisible
Church).
Gereja ini bersifat rohani karena
terdiri dari beberapa pribadi manusia berdosa yang telah tebus dan diselamatkan
oleh Tuhan Yesus. Pada dasarnya gereja yang benar sampai saat ini sangat sulit untuk
ditentukan. Namun yang pasti bagi kita bahwa gereja yang benar adalah gereja Yesus
Kristus. Tanpa pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib maka gereja yang
benar tidak pernah ada di dunia ini. Jadi, gereja yang ada di tengah-tengah
dunia sekarang ini adalah gereja yang kelihatan dan sekaligus tidak
kelihatan. Di dalam gereja
yang kelihatan terdapat umat pilihan Allah atau gereja yang tidak kelihatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar