A. Doa Tuhan Yesus
Sepanjang
kehidupan Tuhan Yesus adalah doa. Sejak kelahiran sampai kini Dia tetap berdoa. Dia berdoa bagi orang Kristen maupun non-Kristen. Pada
saat masih bayi dan belum bisa berbicara sekalipun Dia tetap berdoa. Dalam usia
yang kedelapan hari Dia dibawa oleh orangtua-Nya ke Bait Allah untuk berdoa
(Lukas 2:21-40). Tidak mengherankan jika pada usia yang ke-12 tahun, Dia pergi sendiri
ke Bait Allah untuk belajar dan berdoa (Lukas 2:41-52). Dia berdoa bukan hanya satu kali, atau tiga
kali (pagi-siang-malam), atau lima kali (lima waktu), melainkan dilakukan-Nya
dengan berkali-kali dalam setiap hari dan waktu yang ada. Doa menjadi salah
satu prioritas utama bagi hidup dan pelayanan Yesus.
Dengan
melihat kehidupan Tuhan Yesus yang penuh dengan doa, maka setiap kita yang
percaya kepada-Nya diajar untuk berdoa. Doa adalah nafas hidup bagi orang
Kristen. Karena begitu pentingnya peranan doa bagi hidup orang Kristen maka Joseph Tong (2006:159) menegaskan bahwa kita berdoa bukan saja
karena doa merupakan respon lahiriah kemanusiaan, melainkan karena doa adalah
suatu jawaban kita terhadap kasih dan kemurahan Allah. Orang Kristen berdoa
bukan untuk mendapatkan sesuatu dari Tuhan, tetapi salah satu cara
mengucap syukur atas pemberian Tuhan.
Orang
Kristen patut bersyukur kepada Allah di dalam Yesus Kristus karena masih diberi
kesempatan untuk datang berdoa kepada-Nya. Doa merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam hidup manusia. Apapun suku bangsanya, budayanya, etnisnya,
bahasanya, miskin atau kaya, terpelajar atau awam, pendeta atau jemaat semuanya
harus berdoa. Melalui kuasa doa dapat mengerti rahasia Tuhan atas hidup kita.
Dari
sejumlah doa Tuhan Yesus sejak kelahiran-Nya sampai saat ini, salah satu doa
yang mengharapkan gereja-Nya untuk bersatu yaitu doa yang dicatat oleh rasul
Yohanes. Firman Tuhan berkata: “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa,
tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya
Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita,
supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah
memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya
mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan
Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa
Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau
mengasihi Aku” (Yohanes 17:20-23).
Menurut Harrison (2008:375) seorang Profesor
Perjanjian Baru di Fuller Theological Seminary menjelaskan bahwa doa ini adalah
doa agung Tuhan Yesus di mana memasukan diri-Nya sendiri di dalam doa ini,
tetapi perhatian-Nya yang utama adalah pada para murid-Nya. Doa ini sarat dengan makna
rohaniah, baik bagi Yesus, murid-murid-Nya, maupun semua orang percaya. Di sini
Tuhan Yesus ikut bergumul tentang apa yang dirasakan oleh murid-Nya dan seluruh
orang Kristen yang betapa sulitnya mewujudkan persatuan dan kesatuan gereja-Nya
di seluruh dunia, termasuk gereja-gereja yang ada di Indonesia.
Doa Tuhan Yesus ini merupakan doa terakhir di Taman Getsemani sebelum
ditangkap oleh prajurit dan penjaga Bait Allah pada saat itu. Lebih tepatnya
lagi, doa ini diucapkan sebelum
Yudas Iskariot memeluk serta mencium-Nya dengan sikap yang penuh kemunafikan serta
pengkhianatan kepada-Nya (Markus 14:43-44). Isi doa Tuhan Yesus yang
terakhir ini memang tidak dicatat secara detail oleh rasul Matius, Markus,
maupun Lukas, melainkan hanya rasul Yohanes yang menguraikannya lebih mendalam.
Hal ini menunjukkan bahwa Yohanes sebagai murid yang lebih dekat dengan Yesus
mengerti arti pentingnya makna persatuan dan kesatuan umat Tuhan di segala
waktu dan tempat.
Apabila
kita merenungkan kembali kisah perjalanan kehidupan umat Israel pada Perjanjian
Lama, kehidupan para rasul pada Perjanjian Baru, dan kehidupan orang Kristen
sampai saat ini menunjukkan bahwa persatuan dan kesatuan sebagai Tubuh Kristus belum
pernah terwujud. Persekutuan umat Tuhan yaitu Gereja-Nya telah lama mengalami
perpecahan. Adanya perbedaan antara budak dan orang merdeka, hamba dan tuan,
Yahudi dan Yunani, golongan Paulus dan Apolos, golongan Kefas dan Kristus, perbedaan
aliran dan denominasi gereja, perbedaan baptisan percik dan selam, Kristen kaya
dan miskin, dan sebagainya. Semua perbedaan-perbedaan ini terus
diperdebatkan dan dijadikan sengketa hingga kini.
Jika perbedaan yang sering ditonjolkan maka gereja pasti mengalami perpecahan. Gereja tidak
bisa bersatu pada tataran sikap ini. Yesus adalah manusia sejati dan Allah
sejati mengetahui apa yang akan terjadi bagi gereja-Nya ke depan. Bahkan
perpecahan sudah mulai terasa ketika Dia melayani selama tiga setengah tahun di
dunia ini. Misalnya, perpecahan antara kesebelas murid dengan Yudas Iskariot
yang telah memisahkan diri serta pergi menjual Yesus kepada imam-imam kepala
seharga 30 keping perak pada saat Dia berdoa di taman Getsemani (Matius
26:14-15; Markus 14:43-44). Setelah kematian Yesus kesebelas murid-Nya juga
bercerai-berai dan kembali pada pekerjaan mereka masing-masing.
Perpecahan
gereja juga terasa pada masa pelayanan rasul Paulus di dalam jemaat Korintus. Paulus
mengingatkan mereka dengan kuasa Firman Tuhan: “Tetapi
aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus,
supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi
sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir. Sebab pertama-tama aku
mendengar, bahwa apabila kamu berkumpul sebagai Jemaat, ada perpecahan di
antara kamu, supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya
anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan (1 Korintus 1:10; 11:18;
12:25).
Kita
yakin sampai saat ini Tuhan Yesus di sorga terus mendokan gereja-Nya agar cepat
bersatu. Namun perpecahan demi perpecahan terus saja terjadi bukan hanya pada
masa pelayanan para rasul Paulus, tetapi perpecahan ini pun terjadi sampai saat ini. Perpecahan yang terjadi telah menyimpang dari pesan Tuhan Yesus. Berdasarkan
Firman Tuhan dalam Yohanes 17:20-23 membuktikan Yesus sangat peduli, prihatin,
dan mengharapkan kesatuan bagi gereja-Nya. Dalam doa ini Yesus menangis serta
berseru dengan mengucapkan 3 kali kalimat, yaitu: “supaya mereka semua menjadi
satu”; “supaya mereka menjadi satu”, dan “supaya mereka sempurna menjadi satu”.
Predikat “menjadi satu”
merupakan kehendak Yesus Kristus dalam isi doa-Nya. Berdasarkan
kesaksian Alkitab menegaskan bahwa Doa Agung ini bertujuan supaya semua orang
percaya atau Gereja-Nya bersatu (Kolose 3:15). Demi terwujudnya kebersatuan
gereja-Nya maka semua pemimpin gereja dan orang Kristen harus berdoa.
Menurut
Joseph Tong (2006:160) bahwa gereja yang berdoa
damai dan subur, tetapi gereja yang tak berdoa picik dan lemah. Perkataan ini dapat memberi kita semangat
sekaligus sikap intropeksi diri terhadap kualitas doa kita selama ini. Jadi, gereja harus berdoa demi tercapainya kesatuan gereja-Nya. Tujuan
akhir dari “menjadi satu” merupakan suatu proses untuk menuju yang “sempurna”.
Kesempurnaan yang dimaksud yaitu sempurna menjadi satu sesuai kehendak Allah
Tritunggal yaitu Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus.
B.
Berbeda Tetapi Oikumene
Selain
Injil Yohanes 17:20-23 yang menjadi tema sentral kebersatuan gereja, maka surat
Paulus kepada jemaat Filipi juga menekankan hal yang sama. Dalam Filipi 2:1-11
memaparkan tentang sikap Paulus menasihati jemaat yang terancam dalam
perpecahan.
Jemaat Filipi sudah mulai terbentuk faksi-faksi yang saling
bermusuhan satu sama lain. Dalam situasi itu Paulus menekankan supaya mereka
menjadi satu. Nasihat itu berdasarkan kehendak Kristus agar gereja-Nya utuh dan bersatu sebelum kedatangan-Nya kembali.
Rasul Paulus menasihati agar jemaat tetap sehati sepikir, satu
kasih, satu jiwa, dan satu tujuan, saling merendahkan diri serta saling
mengasihi. Di sinilah Paulus sebagai rasul Kristus minta agar jemaat jangan
menuruti kemanusiaan mereka, tetapi supaya berpikiran, berperasaan, dan
meneladani Kristus Yesus dalam seluruh aspek kehidupannya. Melalui
kesatuan orang Kristen menjadikan dunia ini pun dapat bersatu.
Kita
harus mengakui secara jujur bahwa aliran dan denominasi gereja di Indonesia
sampai saat ini sangat banyak. Jumlah yang sangat banyak inilah menunjukkan
gereja yang satu berbeda dengan lainnya. Semakin hari perbedaan ini semakin
ditonjolkan, sehingga tujuan utama gereja untuk memberitakan kabar sukacita
kepada semua orang sering mengalami masalah. Orang Kristen yang sejatinya
menjadi duta Kristus justru menjadi batu sandungan bagi agama lain.
Pertambahan serta perbedaan aliran dan
denominasi gereja di Indonesia mengindikasikan kesatuan gereja belum bisa
tercipta sampai sekarang ini. Hanya sebagian kecil pemimpin gereja dan orang
Kristen yang memimpikan betapa pentingnya persatuan dan kesatuan gereja-Nya. Bersatunya
gereja Tuhan merupakan sebuah harapan baru dan indah yang tidak perlu ditawar
lagi. Oleh sebab itu, salah satu wadah untuk
mewujudkan kesatuan tersebut yaitu gerakan oikumenisme.
Kata “oikumene” dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu:
“oikos” artinya rumah, tempat tinggal, sedangkan kata ‘menein” yang berarti
tinggal. Secara harafiah “oikumene” berarti “rumah yang didiami”. Dalam arti
tempat, “oikumene” berarti dunia yang didiami (Luk. 4:5; Rm. 10:18; Ibr. l:6).
Dalam arti politik, Injil Lukas menyebutkan kaisar Agustus mengadakan sensus di
“seluruh dunia” yang berarti seluruh wilayah jajahan Romawi (Luk. 2:1). Dalam kitab Ibrani kata “dunia” dipakai dalam
arti teologis yaitu dunia yang telah ditaklukkan dan disatukan di bawah
pemerintahan Kristus (Ibr. 2:5). Dalam gerakan oikumene ini terkenal semboyan “Ut
Omnes Unum Sint”, artinya “Supaya Semua Menjadi Satu.”
Kesatuan gereja Tuhan merupakan harga mutlak. Oleh sebab itu, konsep
kesatuan inilah harus bisa diaplikasikan oleh beberapa gereja di seluruh dunia
yang kita kenal dengan nama Dewan Gereja-gereja di Dunia (DGD) sejak tahun
1948. Selanjutnya gerakan oikumenis ini
pun terbentuk di Indonesia dengan nama Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI)
pada tanggal 25 Mei 1950 di Jakarta. Dalam struktur awalnya, DGI diketuai oleh
Prof. T.S. Gunung Mulia dan Sekretaris Ds. W.J. Rumambi. Beberapa tahun kemudian DGI
berubah menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pada sidang raya di Ambon
tahun 1984 dan istilah PGI masih tetap dipakai sampai sekarang ini.
Penyebab munculnya berbagai aliran dan
denominasi gereja, antara lain adanya luas wilayah pelayanan, adanya pengaruh dari berbagai jenis
filsafat duniawi, kurang tegas dan ketatnya pengajaran tentang Kristen, dan berbagai jenis motivasi individu muncul
dalam pelayanan gerejawi. Semua yang disebutkan itu membuat masing-masing pemimpin
gereja atau orang Kristen menjadi berbeda pendapat. Selain itu
pemahaman atau cara pandang terhadap suatu doktrin dalam kekristenan terus menjadi
sorotan.
Sikap ini pemicu munculnya rasa tidak suka dan
tidak puas pada gereja sebelumnya. Akibatnya, keinginan untuk melepaskan diri dari
gereja induk serta membuat aliran atau denominasi baru yang ideal menurut pemahamannya
masing-masing.
Berbagai macam pandangan negatif yang
dianggap sebagai kelompok murtad dan bidat atau sesat. Pemberian nama
dan label pada aliran
dan denominasi gereja merupakan pemikiran manusia yang berdosa.
Tuhan Yesus tidak
pernah merencanakan gereja-Nya untuk terbagi dalam berbagai aliran dan denominasi.
Para rasul sendiri tidak pernah menganjurkan adanya perpecahan dalam agama Kristen.
Sebab Kristus itu adalah satu dan tidak pernah dibagi-bagi (1 Korintus 1:10).
Dan tidak ada ayat dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang menganjurkan
bahwa terbentuknya sebuah aliran dan denominasi gereja itu adalah alkitabiah.
Harapan terwujudnya kesatuan seluruh
gereja di Indonesia merupakan komitmen bersama seluruh komponen orang Kristen. Kendati lembaga PGI sudah
lama berada di tengah gereja dan bangsa ini, tetapi belum bisa menyatukan
berbagai perbedaan organisasi gereja sampai saat ini. Walaupun PGI sudah
bekerja keras namun sejalan dengan usaha mereka dalam menyatukan gereja justru
aliran dan denominasi gereja pun ikut bertambah. Adanya aliran dan denominasi gereja yang menolak dan membentuk
lembaga lain untuk
mengakomodir seluruh bidang pelayanan gerejanya.
Gerakan oikumenis selain PGI ikut juga berkembang
pesat di Indonesia. Beberapa di antaranya: Dewan Pantekosta Indonesia (DPI),
Persekutuan Injili Indonesia (PII), Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil
Indonesia (YPPII), Persekutuan Gereja-gereja Tionghoa di Indonesia (PGTI), Persekutuan
Baptis Indonesia (PBI), Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia
(PGLII), Persekutuan Gereja-Gereja Mandiri Indonesia (PGMI), Persekutuan Gereja
Orthodox di Indonesia (PGOI), Persekutuan Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI),
dan sebagainya. Selain itu ada juga gerakan oikumenis lokal yang melayani pada setiap Propinsi, Kotamadya,
Kabupaten, Kecamatan, dan Desa. Pada awalnya gerakan paguyuban ini hanya bertujuan
untuk belajar memahami serta berusaha menerima perbedaan yang ada.
Beberapa gerakan oikumenis lokal yang sudah ada di
Indonesia, yaitu:
a)
Sinode Am Gereja-gereja Sulawesi Utara/Tengah (SAG
SULUTTENG).
b)
Persekutuan Oikumene Umat Kristen (POUK). Jumlah POUK saat ini sekitar 79 di seluruh
Indonesia yang melayani orang Kristen di pemukiman atau perusahaan tertentu.
c)
Badan Kerjasama Kegiatan Kristen (BK3).
d)
Badan Kerjasama Antar Gereja (BKSAG).
e)
Forum Komunikasi Antar Gereja (FKAG).
f)
Musyawarah Pelayanan Antar Gereja (MPAG).
g)
Bali Partnership yaitu wadah pelayanan bersama di daerah
Bali, dan sebagainya.
Keberadaan
gerakan oikumenis nasional, lokal, dan konsep penyatuan gereja yang
dikumandangkan oleh beberapa teolog maupun pemimpin gereja belum bisa menyatukan gereja sebagaimana harapan Tuhan Yesus. Semakin banyak organisasi oikumenis sesungguhnya
gereja menunjukkan dirinya telah mengalami perpecahan yang semakin besar. Memang
perpecahan dalam agama Kristen Katolik tidak separah dengan agama Kristen
Protestan. Perpecahan gereja selama ini dimulai dari perbedaan paham, pendapat,
gaya kepemimpinan, doktrin, bentuk gereja, strategi penginjilan, organisasi
gerja, dan lain-lain.
Fenomena
perpecahan dalam agama Kristen Protestan yang sedang terjadi saat ini jika
tidak disikapi dengan bijaksanana serta terbeban untuk membenahinya, maka dipastikan
akan menjurus pada perpecahan gereja secara besar-besaran pada beberapa tahun
ke depan. Kemungkinan besar perpecahan semacam inipun akan dipergunakan oleh
golongan dan oknum tertentu untuk menindas kekristenan di Indonesia. Waspadalah
akan kemungkinan buruk tersebut!
Tuhan
Yesus terus berdoa hingga kini agar gereja-Nya tetap bersatu. Memang banyaknya
aliran dan denominasi gereja saat ini tentu sangat sulit mencapai kesatuan. Memang aliran dan denominasi gereja yang
sudah ada,
secara manusia tidak mungkin untuk dilebur menjadi satu aliran atau denominasi
gereja saja. Akan tetapi, setidaknya ada niat bersama seluruh orang Kristen untuk
menyatukan gereja-Nya mulai dari diri sendiri serta tiap organisasi gereja yang
sudah ada di bumi pertiwi ini.
Ketika
Yesus Kristus datang kembali ada sejuta harapan bahwa gereja-Nya telah bersatu
menjadi “Gereja Kristus”. Gereja Kristus berarti gereja yang dipimpin secara
langsung oleh Kristus tanpa menonjolkan aliran atau denominasi tertentu. Oleh sebab itu, langkah
awal yang bisa dilakukan dalam rangka mewujudkan Gereja Kristus, adalah menghindari
perpecahan gereja yang baru, tidak membentuk aliran dan denominasi gereja baru,
dan saling menerima perbedaan yang ada tentunya.
C. Bersatu
Dalam Misi Bersama
Setiap
orang yang dipanggil oleh Allah dari berbagai bangsa, suku, ras, etnis, bahasa,
dan budayanya masing-masing di dikumpulkan untuk menjadi satu tubuh dengan-Nya.
Relevansi penyatuan ini bisa dilihat dengan memiliki gedung gereja sebagai simbol
dan identitas kebersamaan orang Kristen di seluruh dunia. Ketika masyarakat
melihat gedung gereja maka di sana pasti ada orang Kristen. Gedung gereja
berfungsi sebagai tempat beribadah kepada Allah dan sekaligus menjadi sarana
persekutuan di antara orang Kristen yang berasal dari berbagai tempat, bahasa,
aktivitas, dan kebudayaan mereka masing-masing.
Dalam sebuah gedung gereja dilaksanakan
berbagai kegiatan kerohanian seperti menyanyi, bersaksi, berdoa, memberi
persembahan, mengadakan perjamuan kudus, membaptis, sidi, pemberkatan
pernikahan, dan yang lebih penting lagi membaca serta merenungkan Firman Tuhan.
Semua kegiatan yang dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk memuliakan Allah
serta menyampaikan visi-misi-Nya kepada semua masyarakat. Dalam gedung gereja juga
jemaat merasakan pentingnya belajar menerima perbedaan yang ada.
Satu persekutuan dimulai dari pemahaman serta pengakuan tentang adanya
satu Gereja yang esa. Kemudian pengakuan ini diikatkan dalam kasih dan kuasa
Allah Tritunggal pemilik gereja yang sesungguhnya. Allah yang memimpin gereja
untuk bersatu dalam melaksanakan misi memberitakan Injil kepada semua orang. Dalam
perjalanan sejarah gereja dalam dunia ini, mulai dari Utara, Selatan, Barat,
dan Timur menunjukkan bahwa orang percaya kepada Yesus Kristus dipanggil dan
dituntun oleh Roh Kudus untuk menjadi satu persekutuan serta menjadi kesaksian
hidup di masyarakat (Lukas 13:29; Matius 8:11). Dalam keesaan inilah semua
orang Kristen terpanggil serta bergerak tanpa henti mewujudkan misi Yesus
Kristus untuk menyelamatkan semua orang berdosa di seluruh dunia.
Misi Tuhan Yesus di dunia ini yaitu menginginkan agar tiada satu pun
manusia di dunia ini tersesat, melainkan memperoleh anugerah keselamatan
dari-Nya. Kendati aliran dan denominasi gereja serta strategi penginjilan memiliki
banyak perbedaan, tetapi diharapkan tetap bersama dalam memberitakan Injil-Nya.
Seiring menjalankan misi agung ini, Yesus tetap mendoakan agar semuanya bersatu
baik yang sudah mendengar Injil maupun yang baru percaya kepada-Nya. Dengan
demikian, kita memiliki harapan yang sama agar semua aliran dan denominasi gereja
di Indonesia dan dunia pada umumnya kembali pada rencana Allah semula yaitu bersatu. Kita harus menjalankan visi-misi Kristus di dunia ini sampai Dia datang kembali (Galatia
3:28).
D. Bersatu Itu
Mutlak
Persatuan
dan kesatuan seperti apakah yang
didoakan oleh Tuhan Yesus? Jawabannya sangat sederhana agar semua gereja-Nya
bersatu menjadi Gereja Kristus! Gereja Kristus adalah gereja yang menghadirkan
Kristus dalam seluruh pelayanan gereja tanpa menonjolkan aliran dan denominasi,
doktrin, sistem pemerintahan, pengakuan gereja besar atau kecil, dan pemimpin
yang berkharisma atau pun sederhana. Bersatunya gereja Tuhan menjadi tanggung
jawab semua orang Kristen. Kesatuan yang dimaksud mulai dari murid pertama Tuhan
Yesus sampai kepada orang Kristen di seluruh dunia sampai Dia datang kembali.
Perlu disadari bahwa kesatuan merupakan alat kesaksian kita supaya
dunia ini percaya akan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan satu-satunya Juruselamat. Yesus sendiri menghendaki supaya semua gereja-Nya
bersatu. Karena itu panggilan supaya menjadi satu ini tidak perlu dianggap
sepele. Kita
menyikapi panggilan untuk bersatu
tentu tidak boleh bertolak dari suatu sikap mau
atau pun tidak mau, senang atau pun tidak senang, dan tidak ada tawar-menawar
di dalamnya. Gereja harus bersatu dan mutlak adanya.
Mengingat pentingnya gereja bersatu adalah mutlak, maka pergumulan
tentang keesaan gereja menjadi tanggung jawab semua orang Kristen. Memang upaya
mewujudkan keesaan gereja telah memakan waktu panjang baik di tingkat
internasional maupun nasional. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
misalnya pernah memperjuangkan keesaan secara nasional pada tahun 1967 di
Makassar. Dalam rumusan ini kepelbagaian atau perbedaan itu diakui dan
diterima. Gereja satu sama lain memang berbeda-beda, tatapi harus bersatu.
Segelintir pemimpin Kristen yang memahami secara benar makna doa Tuhan Yesus pasti
menerimanya secara tulus. Akan tetapi, sebagian pemimpin yang memiliki ambisi
pribadi serta kelompoknya justru menolaknya sampai saat ini.
Dalam mewujudkan kesatuan gereja-Nya tentu kita memiliki keterbatasan,
tetapi atas kehendak Allah, Yesus Kristus, dan kuasa Roh Kudus pasti gereja-Nya
bersatu. Kapan dan dimulai dari gereja yang mana semuanya masih dalam
rahasia-Nya. Oleh sebab itu, perlu kita memiliki keyakinan iman dan pengharapan
akan terwujudnya gereja Tuhan tetap
bersatu. Sebab, Harrison (2008:379) mengingatkan kita bahwa iman merupakan syarat yang diperlukan untuk menikmati hidup dari Allah
dan karena itu juga untuk memasuki kesatuan yang mula-mula terdapat di dalam
ke-Allahan dan kemudian di dalam Tubuh Kristus, yaitu Gereja.
Selain prinsip di atas, kesatuan gereja juga dapat diawali melalui
kehidupan spiritual setiap pemimpin gereja dan orang Kristen secara keseluruhan.
Sebagaimana Paulus menuliskan: Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan
berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh
(Roma 12:5; I Kor. 12:12, 20), dan satu Roh (I Kor.12:4), sebagaimana kamu
telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu
Tuhan (I Kor.8:6; 12:5), satu iman, satu baptisan, satu Allah (I Kor.8:6; 12:6)
dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua
(I Kor. 12:4-6; Filipi 2:2).
E. Bertumbuh Tetapi Bersatu
Firman Tuhan menegaskan kepada kita bahwa seluruh umat Kristen adalah
satu karena mengimani serta memiliki Tuhan yang sama yaitu Allah Bapa, Yesus Kristus,
dan Roh Kudus. Gereja adalah tubuh Kristus yang kelihatan di dunia ini (Kolose 1:18;
Efesus 1:23) sekaligus
Kristus adalah Kepala atas seluruh orang Kristen (Efesus 1:22; 4:15). Pada kenyataannya
gereja terpecah belah dalam berbagai aliran dan denominasinya masing-masing. Lebih
menyedihkan lagi karena satu sama lain saling bersaing dalam perebutan anggota
jemaat untuk melegitimasi gerejanya
telah mengalami pertumbuhan yang hebat.
Pertumbuhan gereja tidak bisa dilihat dari pertambahan jumlah anggota
gereja semata, melainkan kualitas anggota jemaat dalam menjunjung tinggi nilai keesaan
gereja itu sendiri. Apabila kita melihat kembali semua orang Kristen mula-mula
yang menjadi percaya kerena mendengar Injil, memberikan diri mereka dibaptis, mereka memasuki
persekutuan orang percaya yang sehati, sejiwa, saling membantu, dan saling menyayangi.
Kesatuan mereka adalah sedemikian rupa eratnya sehingga mereka disukai oleh
banyak orang termasuk yang belum percaya sama sekali. Pada akhirnya jumlah mereka semakin bertambah karena diberkati oleh Tuhan (Kisah
Para Rasul 2:41-47). Belajar dari pertumbuhan gereja mula-mula itulah kita makin
menjadi yakin bahwa tidak ada kuasa duniawi yang mampu menghalangi karya Tuhan
dalam memberikan pertumbuhan bagi gereja-Nya.
Keesaan gereja betul-betul terwujud apabila semua orang Kristen
mengatasi segala hal yang memisahkan mereka satu sama lain. Semua orang Kristen
harus menyatakan secara jelas kesatuan mereka dalam Kristus Yesus melalui
ibadah bersama, kesaksian bersama, pelayanan bersama, dan organisasi bersama.
Untuk mencapai seluruh bentuk kebersamaan ini maka diperlukan sikap ketulusan,
kekudusan, kebenaran,
dan keterbukaan. Doa Tuhan Yesus tentang
kesatuan gereja-Nya bukan saja ditujukan kepada murid-murid-Nya pada waktu itu,
tetapi seluruh orang Kristen dari berbagai tempat dan waktu sampai saat ini.
Prinsip-prinsip keesaan gereja bukanlah hasil pikiran dan hasil kerja
manusia, melainkan Yesus sendiri yang menginginkannya. Dengan demikian keesaan
itu adalah keesaan di dalam Kristus. Keesaan gereja-Nya merupakan suatu
kesaksian kepada dunia, agar dunia percaya bahwa Yesus Kristus telah diutus oleh
Allah Bapa sebagai Tuhan dan juru selamat bagi semua manusia yang bersatu
dengan-Nya. Persekutuan tubuh Kristus itu bukanlah suatu keseragaman tapi bukan
pula keterpisahan. Persekutuan tubuh Kristus terdiri atas berbagai anggota,
karunia, dan talenta masing-masing, tetapi diikat menjadi satu kesatuan dalam lembaga
rohani yaitu Gereja Kristus.
Dengan keyakinan iman bahwa gereja sempurna menjadi satu adalah harapan
dan doa kita semua. Sekali lagi harus disadari bahwa kesatuan gereja tidak
dapat dicapai dengan usaha manusia semata, tetapi oleh kemurahan dan anugerah
dari Allah Tritunggal yang dapat mengubahkan setiap hati pemimpin gereja dan
orang Kristen di seluruh Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Kesatuan
gereja bukan hanya untuk kepuasan serta kepentingan aliran dan denominasi
gereja tertentu saja, tetapi kehendak Kristus Yesus atas gereja-Nya. Perwujudan
kesatuan gereja harus direkatkan dengan kasih Kristus bagi umat-Nya. Selanjutnya, kasih itu terus diaplikasikan antara sesama pemimpin gereja dan
seluruh orang Kristen.
Dengan demikian, keesaan
itu merupakan anugerah dan sekaligus panggilan dari Tuhan atas semua orang
percaya. Dalam mewujudkan panggilan agung dari Tuhan hasilnya harus menjadi
nyata. Penyatuan gereja adalah pekerjaan yang paling berat karena berbagai
aliran, denominasi, dan kepentingan sudah berakar dan tumbuh subur di Indonesia.
Wadah oikumenis dapat dijadikan referensi, sarana, dan langkah awal persatuan
ini. Gereja harus selalu bersaudara dan berpartisipasi dalam berbagai
kepentingan bersama. Setiap gereja harus ikut merasakan penderitaan orang lain
dan hidup rukun dari berbagai aliran serta denominasi gereja mana pun. Gereja harus terus bertumbuh sampai semua
orang di seluruh dunia mendengar Injil Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar